Minggu, 19 Oktober 2008

Peran Hukum dalam Mengatur Kepentingan Manusia

Peran Hukum dalam Mengatur Kepentingan Manusia
Ditulis Oleh Sayyed Reza Moaddab
Para ulama meyakini pembentukan negara merupakan suatu kewajiban utama, yang akan mendorong pada koreksi sosial, pengembangan dan kesempurnaan manusiawi. Untuk itulah, selain menurunkan al-Quran dan petunjuk-petunjuk hukum, Allah Swt juga telah menetapkan prinsip-prinsip pendirian negara dan pemerintahan eksekutif. Berdasarkan itu pulalah, dalam rangka menyebarkan dan menafsirkan wahyu, Nabi Muhammad saw membentuk lembaga eksekutif dan dewan pemerintahan negara Islam.

Menurut para ulama, filosofi pemerintahan adalah untuk menyiapkan landasan penegakan hukum oleh pihak eksekutif, dan hal ini tentu saja adalah penalaran yang bisa diterima oleh semua institusi sosial dan peradaban. Hal tersebut perlu dilakukan karena keberadaan hukum semata tidak menjamin terciptanya kesejahteraan umat manusia; dengan begitu, pihak eksekutif yang tanggap harus menyiapkan jalan bagi penerapan aturan undang-undang. Ini adalah fakta yang tidak terbatasi ruang dan waktu. Mereka (para ulama) meyakini berdasarkan keniscayaan yang ditetapkan oleh syariat dan akal, sebagaimana ditekankan pada masa hidup Rasulullah saw berupa pendirian negara dan pelaksanaannya; hal itu juga berlaku pada masa kini.

Berdasarkan konsep yang dijelaskan di atas, perlu dipahami bahwa berkenaan dengan status hukum, kitab hukum paling lengkap, budaya berpegang pada hukum, dan konsekuensi-konsekuensinya, para ulama mengemukakan topik-topik penting berikut ini:

1. Al-Quran sebagai sebuah kitab hukum;

2. Pentingnya kepatuhan hukum;

3. Kebahagiaan kaum Muslim seiring dengan penerapan hukum;

4. Pelanggaran hukum penyebab keterpurukan umat;

5. Perselisihan dan kegagalan adalah akibat pelanggaran hukum dan agitasi;

6. Disiplin dan kepatuhan hukum adalah pangkal persatuan dan kesatuan;

7. Perhatian terhadap hukum amar makruf;

8. Mencapai kesempurnaan dengan pemeliharaan hukum;

9. Pentingnya penerapan hukum skala luas.

Al-Quran Sebagai Sebuah Kitab Hukum
Berdasarkan pendapat para ulama, al-Quran adalah kitab hukum, yang mencakupi semua kebutuhan manusia dan segala hal lainnya. Ini dikarenakan al-Quran adalah kitab yang mengajarkan kemanusiaan. Segala sesuatu telah dijelaskan di dalamnya tanpa ada yang terlewatkan. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam al-Quran, Kami telah menurunkan Kitab (al-Quran) ini kepada kalian sebagai penjelas segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim)., [1]

Kalimat ‘penjelas segala sesuatu’ menunjukkan bahwa al-Quran melampaui semua konsepsi manusia, karena ia adalah kitab hukum tertinggi. Al-Quran adalah tibyan, atau penjelas, tentu ia mempunyai sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk yang sesuai dengan tujuan pewahyuannya sebagai pemberi pelajaran bagi umat manusia. Dari sudut pandang ini, al-Quran secara eksplisit menyatakan semua syarat-syarat yang diperlukan untuk menyiapkan jalan ini (pembentukan negara).

Ahli tafsir kontemporer Allamah Thabathabai menjelaskan lebih jauh penafsiran ayat di atas sebagai berikut:

“Tibyan atau penjelas adalah pernyataan penegas, karena al-Quran adalah kitab tuntunan, penjelasannya ditujukan untuk semua hal artinya ia sesuai dengan setiap masalah manusia yang memerlukan tuntunan. Termasuk di dalamnya pengetahuan tentang awal penciptaan, hari kebangkitan, akhlak, aturan Ilahi, cerita, dan khotbah.[2]

Ini sesuai dengan pandangan para ulama mengenai al-Quran sebagai kitab hukum terkaya (terlengkap); hukum yang mempunyai akar Ilahiah, bukan hasil pikiran manusia, karena itu ia terjauhkan dan terjaga dari setiap bentuk perubahan dan pengurangan. Keabsahan dan keotentikan al-Quran terletak pada karakter Ilahiahnya, karena itu ia menjadi sumber utama untuk memberi petunjuk pada umat manusia. Ia adalah kitab yang bermanfaat bagi setiap orang di mana pun mereka berada, baik di barat maupun di timur, masa lalu, sekarang, atau yang akan datang.

Namun demikian, hanya orang-orang yang telah mengambil petunjuk darinya saja yang dapat mencapai jalan kebahagiaan. Sebaliknya, mereka yang menyia-nyiakan kitab paling berharga ini akan menciptakan masa depan yang suram bagi dirinya sendiri. Karena al-Quran adalah cahaya penuntun, mereka (orang-orang yang meraih kebahagiaan) akan menyesali orang-orang yang tidak memanfaatkan tuntunan cahaya Ilahi ini sehingga mereka harus menghuni alam kegelapan. Ayatullah Musawi mengungkapkannya sebagai berikut, “Wahai al-Quran! Wahai karunia Ilahi dan malakut! Tuhan semesta alam telah menurunkan engkau bagi kami untuk menghidupkan hati dan jiwa kami serta membuka mata kami. Engkau adalah cahaya petunjuk dan penuntun kami menuju kebahagiaan. Engkau bermaksud meningkatkan derajat kami dari tahap hewani menuju puncak tertinggi kesempurnaan manusiawi. Sayangnya, hukummu tidak diterapkan di alam ini untuk merubah alam kegelapan ini menuju alam yang terang benderang karena kedengkian para tiran yang menganggap dirinya pemuka peradaban. Dengan begitu, setiap orang bisa meraih kebahagiaan di dunia ini.”[3]

Pentingnya Kepatuhan Hukum
Meskipun para ulama meyakini bahwa al-Quran adalah kitab hukum tertinggi dan termulia, mereka juga menerima bahwa hukum pemerintah juga mempunyai nilai tersendiri, karena itu patut untuk ditaati jika diturunkan dari al-Quran. Menurut mereka, undang-undang dan semua hukum yang diturunkan dari syariat Islam adalah sah dan berharga. Dengan begitu, semua Muslim harus menjalankan dan melaksanakannya. Mereka menganggap kepatuhan terhadap hukum Islam sangat diperlukan dan menjadi suatu kewajiban agama. Sebagai contoh, mereka memperhatikan hukum-hukum itu dan meyakini bahwa dalam negara Islam setiap orang harus menghormati dan memelihara hukum-hukum Islam.

Para ulama berkeyakinan bahwa alasan untuk secara saksama menjaga hukum dalam negara Islam didasarkan pada kenyataan bahwa hukum-hukum Islam berasal dari wahyu, al-Quran, dan hadis, yang diturunkan oleh Pencipta manusia; karenanya, Dia dan kalimat-Nya adalah (hukum) tertinggi dan berada pada peringkat (hukum) tertinggi. Dasar pemikiran ini diambil dari firman Allah dalam al-Quran, Kalimat Allah itu adalah kalimat yang tertinggi.[4] Kalimat Allah adalah kalimat tertinggi dan terunggul. Ahli tafsir besar Thabarsi menginterpretasikan ayat, ‘Kalimat Allah’ dengan makna tauhid (monoteisme). Dalam ayat al-Quran mengenai kalimat tauhid—sebagai sumber dan dasar semua aturan-aturan Islam—terdapat penentangan terhadap kekufuran dan kemusyrikan.[5]

Kebahagiaan Kaum Muslim Seiring dengan Penerapan Hukum

Setiap Muslim yang terpelajar menganggap ketidakberdayaan dan rendahnya semangat di masa sekarang ini, utamanya dalam menghadapi negara adidaya, dilatarbelakangi oleh kenyataan tidak diterapkannya dan tidak dipraktikkannya aturan Islam di negara-negara Islam. Begitu pun, mereka meyakini bahwa jika semua Muslim di seluruh dunia bertindak dan menjalankan kehidupan berdasarkan aturan-aturan Islam, kebahagiaan mereka akan terwujud. Dengan sikap seperti itu, Muslim dan kaum Muslim akan diperlakukan tidak selayaknya, karenanya mereka tidak berdaya, hal ini terjadi karena mereka tidak menaruh perhatian pada aturan-aturan Islam dan tidak peduli pada penerapan aturan-aturan itu. Padahal, al-Quran telah menganjurkan kaum Muslim untuk mengikuti jalan tersebut, Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.[6]

Saat ini Islam terasa asing. Aturan-aturan Islam telah dikesampingkan. Padahal semestinya, al-Quran selalu hadir dalam setiap perjalanan hidup kita. Al-Quran menegaskan, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai[7]…dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.[8] Ini adalah aturan politik yang sangat progresif, sekiranya dilaksanakan, niscaya kebahagiaan di atas bumi akan menjadi milik kalian. Kaum Muslim telah tenggelam dalam keadaan yang gelap gulita dan ketakberdayaan karena keadaan kaum Muslim telah jauh dari al-Quran. Keadaan ini menyebabkan nasib kaum Muslim dan negara-negara Islam terpuruk dalam genggaman para politikus yang kompromistis.

Pelanggaran Hukum Penyebab Keterpurukan Umat
Berkenaan dengan penyebab pelanggaran hukum, para ulama berkeyakinan bahwa jika umat secara moral tidak dididik dalam sebuah negara (lingkungan) Islam, mereka merasa tidak terikat untuk mematuhi hukum, dan korupsi serta pelanggaran hukum akan terjadi dalam masyarakat. Setiap orang akan menganggap dirinya bebas melakukan perbuatannya, dan karena itu dia bebas bertindak menurut keinginan dan kecenderungannya sendiri.

Dengan sikap seperti itu, mereka akan melanggar hukum dan akan terjatuh dalam sikap membangkang yang akan menimbulkan kehancuran bagi diri mereka sendiri. Sebaliknya, pribadi yang terdidik secara moral akan menyadari dirinya harus mematuhi hukum dan tidak akan pernah membiarkan dirinya membangkang, melanggar, atau melakukan tindakan penentangan terhadap hukum; bahkan dia akan senantiasa menghormati hukum meskipun ketaatan itu akan membatasi kesenangan dirinya.

Untuk menegaskan pandangan di atas, para ulama merujuk pada al-Quran yang secara tegas menyatakan bahwa, Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.[9] Dalam menjelaskan ayat tersebut, almarhum Allamah Thaba’thabai menjelaskan, “Ayat itu menunjuk pada adanya ketidakpedulian manusia pada aturan-aturan Ilahi dan syariat yang telah ditetapkan bagi mereka, karena mereka menginginkan aturan yang lain dan melanggar batas-batas yang telah ditetapkan bagi mereka; setiap orang yang menganggap dirinya merasa cukup dari Allah, mereka akan cenderung pada tindakan pelanggaran.”[10]

Sejalan dengan itu, Ayatullah Musawi berpendapat bahwa jiwa yang cenderung pada perselisihan akan mendorong manusia untuk melakukan pelanggaran, juga akan mendorongnya untuk berpaling dari aturan-aturan Ilahi dan melakukan perbuatan buruk; ini adalah hasil dari karakter manusia yang tidak terdidik secara moral. Lebih jauh, beliau menjelaskan, “Perbedaan di antara manusia timbul dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa mereka tidak terdidik secara moral. Tujuan tertinggi Ilahi dalam pengutusan para nabi adalah untuk mendidik moral manusia. Karena hanya dengan cara itulah, manusia dapat menemukan kebijaksanaan yang sesuai dengan al-Quran. Pelanggaran hukum tidak akan terjadi jika manusia terdidik secara moral. Perselisihan (pelanggaran) di antara manusia berasal dari pembangkangan yang mengotori jiwa mereka.”[11]

Perselisihan dan Kegagalan adalah Akibat Pelanggaran Hukum dan Agitasi
Para ulama berpendapat bahwa titik tolok setiap masyarakat adalah disiplin, hukum, dan budaya yang memelihara hukum. Hukum berfungsi sebagai poros kerjasama dan persatuan. Kejayaan sebuah bangsa dapat dicapai melalui ketaatan mereka dalam menjalankan hukum. Sebaliknya, bangsa apa pun, yang tidak patuh pada hukum, akan terjebak dalam perselisihan dan ini akan membawa mereka pada kegagalan dan kekalahan. Sesuai dengan kenyataan masa lalu kaum Muslim, bangsa Muslim mana pun yang pernah mengalami kekalahan, pasti didahului dengan bayang-bayang kelam ketidakpatuhan pada hukum dan kurangnya disiplin.

Di masa-masa awal Islam, kaum Muslim mendapat kemenangan gemilang di berbagai medan pertempuran manakala mereka mematuhi perintah Rasulullah saw sebagai sebuah hukum yang dijamin oleh Allah Swt. Dan manakala, misalnya dalam perang Uhud, terjadi ketidakpatuhan dan pengabaian terhadap aturan-aturan hukum, mereka akhirnya menderita kekalahan. Para ulama menjadikan al-Quran sebagai rujukan mengenai hal ini, yang mana di dalamnya disebutkan, Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.[12] Ayat ini menekankan pada pentingnya menaati perintah Allah dan rasul-Nya, jika tidak maka kejayaan akan hilang. Ini berarti bahwa menaati Allah dan rasul-Nya adalah salah satu hukum Islam terpenting yang jika dilanggar akan membuka jalan bagi keterpurukan dan kegagalan.

Sebab diturunkannya ayat tersebut di atas berkenaan dengan perang Uhud. Kalimat “la tanaza’u” (janganlah berselisih) menunjukkan larangan pada sikap berpecah-belah agar tidak menjadi lemah dan menjadi gentar dalam menghadapi musuh. Konsekuensi dari ketidakpedulian terhadap perintah Rasul Allah saw adalah kekalahan. Kalimat “tadzahaba rihukum” berarti adalah kejayaan dan kemenangan kalian akan hilang. Kata rih (angin) secara jelas menunjukkan bahwa jika kalian menjadi gentar akibat saling konflik, kalian akan menjadi tidak berarti sehingga suatu hembusan angin akan dapat menerbangkan kalian. Konotasi ayat ini adalah kekuatan kalian akan hilang.[13] Ayatullah Musawi berpendapat bahwa aturan yang telah dijelaskan di atas tidak terbatas pada saat peperangan saja, tetapi aturan itu berlaku sepanjang masa. Beliau menjelaskan lebih jauh, “Perpecahan dan pertengkaran akan menyebabkan kalian gagal. Wahai sahabatku, jika kalian menginginkan Islam dan bangsa… maka taatilah perintah Allah.”[14]

Disiplin dan Kepatuhan Hukum adalah Pangkal Persatuan dan Kesatuan

Salah satu hasil yang berharga dan membahagiakan dari kepatuhan pada hukum adalah terciptanya persatuan dan kesatuan. Kaum Muslim dalam beberapa kasus telah banyak mengalami kekalahan sepanjang sejarahnya. Para ulama meyakini bahwa disiplin dan budaya kepatuhan pada hukum akan membuka jalan pada kesatuan dan persatuan kaum Muslim. Tanpa disiplin, masyarakat (umat) tidak akan bisa memegang teguh ajaran tauhid dan tidak akan pernah bisa meraih tujuan-tujuannya. Mereka berkeyakinan bahwa tanpa disiplin, umat akan kehilangan karakter monoteistiknya. Sebuah masyarakat yang monoteistik (bertauhid) adalah masyarakat yang di dalamnya setiap orang memperhatikan kewajiban-kewajibannya masing-masing, mematuhi hukum, dengan satu batasan dan satu tujuan. Mereka menyadari bahwa ketaatan pada hukum adalah landasan bagi penerapan sikap egaliter, persatuan, dan kesatuan, sebuah pandangan yang Allah perintahkan pada semua kaum Muslim untuk dilaksanakan. Ayat al-Quran berikut menyatakan hal itu, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara.[15]

Dalam pandangan para ulama, aturan hukum negara Islam adalah suatu pendorong bagi terciptanya kesatuan dan persatuan, berdasarkan aturan itu setiap orang akan memperoleh hak-haknya, tanpa merampas hak-hak orang lain. Tatkala timbul perbedaan, hukum harus menjadi poros, begitu pun ketika terjadi konflik kepentingan dan keinginan, hukum bisa menjadi penyelamat. Menyadari bahwa sistem Republik Islam hendaknya tetap dipertahankan oleh rakyat dan para pejabat di bawah naungan cahaya hukum, Ayatullah Musawi menjelaskan, “Hukum harus dijaga dan diterapkan karena hukum Islam secara tegas telah menyatakan hal itu dan bangsa ini telah mendukungnya. Tidak boleh terjadi suatu suku atau kabilah mendirikan negaranya sendiri, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang melanggar hukum. Al-Quran telah mempersaudarakan kalian; ia telah mengikat pakta persatuan di antara kalian.”[16]

Perhatian Terhadap Hukum Amar Makruf

Salah satu kelebihan dari masyarakat Islam adalah perintah saling mengingatkan dalam mengamalkan hukum (amar makruf). Al-Quran menegaskan hal ini sebagai syarat utama bagi sebuah masyarakat Islam. Para ulama menganggap kehidupan dan kelanggengan masyarakat Islam tergantung dari perhatiannya terhadap amar makruf nahi mungkar. Karena itu, memberi peringatan kepada para pelanggar hukum (nahi mungkar) diturunkan dari pentingnya menerapkan amar makruf seperti yang telah disebutkan di atas. Al-Quran menjelaskan hal itu dalam ayat Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.[17] Dengan begitu, perbuatan menyeru pada kebaikan dan pentingnya menyampaikan kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan akal, bahkan dalam beberapa kasus menjadi suatu kewajiban agama.

Mencapai Kesempurnaan dengan Pemeliharaan Hukum
Tidak diragukan lagi, akibat terpenting dari penerapan hukum dalam negara Islam adalah masyarakat akan bergerak menuju kesempurnaan dan mencapai tingkat peradaban tertinggi dalam pengawasan hukum. Penerapan hukum Islam menjadi landasan yang tepat untuk mendidik sikap dan kelebihan masyarakat untuk mencapai kesempurnaan manusiawi tertinggi. Berdasarkan hal itu, pembangunan masyarakat mana pun akan tergantung pada disiplin dan pemeliharaan hukum. Pembangunan dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat.; keduanya harus diterapkan di bawah tuntunan cahaya hukum Islam dan pemeliharaan hukum.

Para ulama senantiasa mengingatkan setiap orang dalam negara beragama untuk memperhatikan kewajiban-kewajibannya secara saksama hingga dengan begitu negara Islam mencapai tingkat pembangunan yang diinginkan. Dengan cara ini, kekacauan sosial, agitasi, dan benturan kepentingan antara tugas dan kezaliman dapat ditekan.[18]

Dalam masalah ini, Ayatullah Musawi menegaskan bahwa, “Jika setiap anggota masyarakat berusaha untuk memikul tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya, negara ini akan menuju kesempurnaan negara Ilahi. Namun jika seseorang—mencari keuntungan sendiri—berusaha mencampuri pekerjaan atau jabatan orang lain, misalnya saat dia menjadi seorang hakim dia juga ingin bertindak selaku pejabat pemerintahan, maka hal ini akan menimbulkan agitasi dan kekacauan.”[19]

Pentingnya Penerapan Hukum Skala Luas

Para ulama senantiasa menekankan pentingnya berpegang pada hukum dan ketinggian statusnya, karena itu mereka menganggap pelanggaran terhadap hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan agama. Mereka juga menegaskan bahwa dalam negara Islam semua hukum harus dihormati, dan setiap orang hendaknya menjaga agar tidak sampai melanggarnya, sekalipun berupa hukum lalu lintas, karena itu juga adalah hukum dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara satu hukum dengan hukum lainnya. Bahkan, mereka menegaskan bahwa Islam telah memerintahkan setiap individu, dan semua lapisan masyarakat harus berusaha untuk berpegang teguh pada tali Allah. Berpaling dari perintah ini adalah perbuatan yang tidak diperkenankan dalam agama.

Para ulama percaya bahwa mempertahankan negara Islam adalah terkait dengan penerapan hukum; karena itu mereka menganggap ketidakpatuhan pada hukum Islam sebagai sebuah perbuatan yang tidak bisa diterima dan tidak terpuji. Mereka bersandar pada ayat al-Quran, Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan...[23]

Almarhum Allamah Thabarsi memberi tafsiran ayat tersebut sebagai berikut, “Allah menginginkan kaum mukmin untuk menegakkan keadilan dan menjadikan sikap ini sebagai bagian dari karakter mereka baik dalam perkataan maupun perbuatan.”[24] Selanjutnya, Ayatullah Musawi menekankan pentingnya mempertahankan Republik Islam dan menyatakan, “Mempertahankan negara Islam adalah salah satu kewajiban agama.”[25] Tidak hanya itu, di kesempatan lain beliau menegaskan, “Tentu saja, segala sesuatu harus didasari dengan aturan dan disiplin… Menjaga disiplin adalah salah satu tugas kewajiban agama. Kedisiplinan ini harus diterapkan di kantor-kantor pengadilan negara; jangan sampai terjadi seorang hakim bekerja satu hari dan bolos kerja di hari lain… dalam suatu negara, segala sesuatunya harus dilandasi dengan disiplin.”[26]

Para ulama meyakini bahwa al-Quran adalah kitab hukum terbaik, yang jika diterapkan akan menciptakan keunggulan kaum Muslim. Dan sebaliknya, perpecahan dan kekalahan disebabkan oleh kurangnya disiplin dan ketidakpatuhan pada hukum; seperti itu pula, pelanggaran hukum berasal dari kurangnya pendidikan moral masyarakat. Untuk itulah, penerapan hukum harus dipertahankan dan seharusnya dijadikan contoh seruan pada kebajikan (amar makruf). Untuk membuktikan pandangan yang telah dikemukakan di atas, sejumlah rujukan al-Quran yang berkaitan dengan ajaran tersebut, sejauh ini, telah disebutkan.

Minggu, 03 Agustus 2008

Andai Aab Mengerti

Andai Aab Mengerti

Rasa bersalah pada isteriku kian menggunung dengan segala rahasiaku. Ingin rasanya berterus terang selekas mungkin sebelum semuanya terlambat. Namun aku belum siap untuk bisa menerima konsekwensi terburuk yang sering menghantui. Aku tidak mau ditinggal isteri yang sangat kucintai jika dia tahu betapa bejatnya aku. Apalagi jika harus berpisah dengan anakku, aku tidak sanggup.

Namun aku pun tertekan. Jika dokter keluargaku atau Aab Saddam (begitu aku memanggil dosen yang berasal dari Irak itu) meneleponku hanya sekedar tanya kabar misalnya, apalagi sampai datang mengunjungiku, rasa itu semakin menyiksaku. Aku mencoba menghilangkan rasa bersalahku, tapi biar bagaimana pun aku pernah bercinta dengan mereka dan isteriku tidak tahu bahwa telah kukhianati. Untungnya Mr. Smith si bule baik hati itu sudah kembali ke negara asalnya dan hanya setahun sekali datang ke rumah. Meski email untuknya masih sering kukirim, namun beban terhadapnya tidak terlalu berat dibandingkan yang lain.

Sejak pergumulanku yang sedikit bernuansa premanisme dengan Aab Saddam, lelaki itu semakin sering menghantui pikiranku. Tidak jarang dia datang ke rumahku jika aku tidak masuk kuliahnya, meski dia juga tahu bahwa aku tidak di rumah karena sedang sibuk dengan proyekku. Dia beralasan menanyakanku sekaligus menengok keluargaku, dan memang benar juga. Anakku semakin akrab dengannya karena Aab sering membawakan mainan dan makanan kesukaannya. Berbagai rasa berkecamuk jika sepulang kerja, isteriku apalagi anakku bercerita panjang lebar tentang kedatangan Aab Saddam yang setahu mereka adalah dosenku sekaligus salah satu pengurus perguruan tinggi di mana aku dulu mondok menimba ilmu.

“Maaf, tidak nelepon lebih dulu, Dj. Kedatanganku mengganggu?” sapanya.

Aku sedikit terkejut begitu tahu bahwa yang menekan bel rumahku adalah Aab Saddam. Aku menggeleng antara menggeleng menjawab tidak terganggu dan menggeleng karena tidak siap akan kedatangannya.

“Woww, kerennya kau dengan baju itu, bikin kangenku harus segera diobati, Dj!” ujarnya.

Sebelum pintu kututup rapat, Aab sudah mendekapku erat dari belakang. Aku tidak bisa beralasan lagi sebagaimana hari sebelumnya jika Aab ingin bertemu khusus denganku. Dia tahu bahwa aku sendirian saja karena siangnya tadi dia telah ikut mengantar isteri dan anakku ke bandara untuk berlebaran di kampung orang tuanya.

“Aduh, aku belum makan, Ab. Jadi masih lapar!” ujarku sambil memegang perutku yang terasa lapar.
“Iyaa, kebetulan sekali Dj. Aku juga belum makan, makanya aku bawakan banyak makanan untuk kita” aku sekali lagi menggeleng karena tidak tahu harus berbuat apa.

Sambil mendekap erat dan sesekali menciumiku, Aab membimbingku ke meja makan. Selama makan, banyak hal yang dilakukannya yang membuatku risih. Aku yang biasanya tidak aneh-aneh jika makan dengan isteriku, merasa kikuk saat dia meminta untuk menyuapiku. Bahkan sesekali makanan yang sudah disuapkannya ke mulutku diambilnya lagi dengan mulutnya. Aku sendiri jijik membayangkan makanan yang sudah kukunyah ditelan lagi oleh orang lain.

“Maaf, Ab. Aku mau mandi, sudah hampir malam” ujarku.

Aku bergegas bangkit setelah merasa cukup. Kulihat rasa kecewa menggantung di wajah brewoknya yang berubah seperti wajah anakku yang merengut jika kemauannya tidak kuturuti.

“Please, Dj. Hampir satu bulan aku menahan rasa ini. Aku tidak sabar menunggu waktu yang tepat seperti sekarang ini. Atau memang kau sudah siap untuk berterus terang dengan isterimu?” ujarnya.

Ahh, lagi-lagi dikeluarkannya jurus itu. Aku memang sudah yakin kalau foto-foto ketika dia menjilati dan mengulum penisku sebagaimana di ceritaku sebelumnya itu sudah terekam bagus di ponselku, tapi aku belum bisa memproses foto itu tanpa aku harus minta bantuan orang lain. Resikonya terlalu besar, pikirku.

“Tapi, Ab. Aku masih capek, nanti agak malam saja yaa..” ujarku merajuk. Sebenarnya sekarang atau kapan pun aku tidak yakin mau. Rasa bersalah terhadap keluargaku terlalu besar.

Dia menggeleng. Bahkan semakin erat memelukku. Aku yang sudah sangat gerah seharian tadi semakin merasakan gerah di sekujur tubuhku.

“Please, Dj!” ujarnya dengan nafas terengah-engah.

Hembusan panas nafasnya terasa di telinga ketika dari belakang kepalaku dia menjilatinya. Kumisnya yang tebal seolah memberikan tambahan energi di desahannya. Tangannya sudah meremas-remas penis di balik celanaku. Kurasakan benjolan keras di pantatku ketika dia dekap erat aku.

Aku kembali tak bisa berbuat apa-apa. Kedekatan Aab dengan keluargaku seolah memberikan gambaran mengerikan jika Aab sampai menceritakan apa yang pernah kuperbuat dengannya dan dengan lelaki lain sebagaimana di ceritaku karena dia kecewa telah kutolak kemauannya. Aku harus senatural mungkin bersikap di hadapannya. Aku masih belum tahu betul karakter Aab sebagai orang Arab, orang Irak persisnya.

Gairahku mulai terusik ketika dibisikkannya kata-kata indah yang entah dari mana didapatnya. Desahannya di telinga membius gairahku. Tak urung penisku yang berkali-kali diremasnya menyembul dengan bebasnya dari balik celanaku karena memang aku tidak memakai celana dalam. Bajuku, pemberian dokter keluargaku, sosok yang juga mengisi gundahku, tidak sedikit pun menyurutkan gairah Aab yang sudah membara.

“Ohh, Dj. Please!”. Berkali-kali desahan itu keluar dari bibir tebalnya.

Lidahnya berkali-kali menjilati kedua telingaku seperti induk kucing sedang memandikan anaknya. Direnggutnya celanaku sehingga penisku yang sudah sangat tegak, bergoyang-goyang mengikuti irama gairahku. Demi melihat penisku yang telah keras dan memerah, Aab beralih ke bagian depan. Dengan mesra disandarkannya tubuhku ke dinding. Tangannya yang besar berkali-kali meremas penisku hingga menambah cepat gairahku memuncak.

Aku mulai mendesah mengikuti permainannya, apalagi saat mulut Aab beradu dengan mulutku. Bibirku digigitnya hingga aku mengaduh, tapi bukannya beringsut Aab malah semakin ganas melumat bibirku. Lidahnya mencoba membuka mulutku yang ternganga merasakan sensasi gilanya. Dengan ganas lidahnya bermain di dalam mulutku. Berkali-kali aku tersedak karena merasa risih dengan kumis tebal yang melintang di atas bibirnya, namun tetap dengan ganas Aab memainkan lidahnya menyedot habis lidahku yang bahkan semakin tidak bisa kuimbangi.

Setelah terenggut satu-satunya baju yang kupakai, aku dibopongnya ke kamar mandi. Ruangan berukuran 3×4 yang kudesain alami dengan segala pernak-perniknya, terasa berubah menjadi sempit dengan permainan kami. Tergesa Aab melepas segala yang dipakainya, sehingga keringat yang mengucur di tubuhnya yang sedikit gelap dan hampir dipenuhi bulu, kulihat berkilat. Aah, benjolan di pangkal paha itu seakan bertambah besar saja. Kembali Aab menciumiku.

“Sejak pertama masuk di kamar mandimu dua minggu lalu, aku begitu ingin merasakan bercinta denganmu di sini, Dj. Aah, ternyata anganku tidak harus lama menunggu” ujarnya.

Ucapan Aab yang tidak lebih bernada membisik, mencoba membangkitkan sensasiku. Bak mandi yang juga kudesain sendiri, sengaja kubuat agar muat dua orang, bahkan lebih bisa berendam. Dan memang sudah tidak terhitung berapa kali aku, baik sendiri maupun dengan isteriku melampiaskan gairah insani kami.

Saat mulut Aab menemukan penisku, aku semakin bergairah. Aku mendesis dan kembali mendesis begitu kurasakan sensasi di batang kebanggaanku. Mulut Aab memang sangat terampil menghadirkan berbagai rasa. Bibirnya yang tebal, seolah didesain khusus untuk menjepit penisku. Aku mendesis. Rasa gerah berangsur menghilang, saat air dari kran mulai mengaliri tubuh telanjang kami, seolah memacu gairah kami agar lebih dahsyat lagi bergulat.

Aku mulai mengerang saat mulut Aab semakin ganas melumat penisku. Kumisnya yang tebal sesekali digosokkannya ke penisku hingga memberikan rasa berganda di ujung ubun-ubunku. Apalagi saat jemari Aab mulai bermain di anusku. Beberapa jari, dengan cepat bergantian menusuk anusku dan bermain di dalamnya. Ada rasa yang mulai menyentak dari dalam penisku, karena dua titik gairahku digarap Aab. Saat aku mulai mengaduh, Aab mencabut mulutnya dari penisku. Mungkin dia tidak mau kenikmatanku berakhir hanya dengan permainan mulutnya.

Aab bangkit dan menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menggeleng. Tapi tetap disodorkannya penis yang besar itu ke mulutku. Aku mencoba mengulumnya agar tidak dianggap egois, namun aku tetap tidak bisa. Penisnya terlalu besar di mulutku, sehingga berkali-kali aku mencoba untuk mengulumnya, berkali-kali pula aku tersedak. Akhirnya aku hanya menjilati batang penisnya yang hitam, keras, besar dan panjang itu. Aab mengangguk, tanda menyetujuinya. Dia mendesis berkali-kali. Kata-kata, “Yess, uugh, yess, uughh..”, seperti di adegan intim di film-film porno koleksiku, berkali juga keluar dari mulutnya.

Tanganku yang sudah kulumasi dengan sabun mandi kujadikan alat untuk menggantikan mulutku yang masih tidak bisa kutipu untuk tidak jijik. Aab semakin mendesah, bahkan kulihat mulutnya yang berkali-kali mendesis, ternganga seolah sedang merasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Mata bulat itu berkali-kali merem melek, mengikuti irama tanganku yang sedang memainkan penisnya.

“Ouugghh, ouuggh..!”.

Akhirnya raungan mulai keluar dari mulut Aab begitu kupercepat aksiku. Di puncak gairahnya, dia ambil alih penisnya yang sejak tadi dalam kekuasaanku. Begitu raungan panjang terlontar dari mulutnya, dia mencoba menyodorkannya ke mulutku. Aku menggeleng dan mengunci rapat mulutku. Aku belum bisa menerima kalau spermanya masuk ke mulutku.

Tak urung sperma itu muncrat ke wajahku. Rasa hangat menyentak wajahku ketika dengan kerasnya sperma Aab muncrat dari penisnya ke sekujur wajahku. Sperma yang panas dan kental kurasakan lengket hampir di semua bagian wajahku. Aku pejamkan mataku agar spermanya tidak mengenai mataku.

“Sshh.. Shhss”. Berkali-kali kudengar Aab mendesis saat mengurut penisnya yang masih tegang, mencoba menghabiskan sisa-sisa sperma dari batangnya.
“Terima kasih, Say. Terima kasih, Dj!”. Masih dengan gemetar suara Aab lirih berbisik.

Aku membuka mataku dan mengangguk. Aku hendak membenamkan kepalaku di bak mandi agar sperma Aab yang berserakan di wajahku menghilang. Namun Aab menangkap wajahku. Dia menggeleng tanda melarangku. Kemudian dia jilati spermanya sendiri di wajahku, mulutnya sesekali mampir di mulutku, memagutnya, sambil berkali-kali berkata terima kasih.

Aku mencoba melepaskan dekapannya saat kusadari air dalam bak sudah terlalu kotor oleh busa sabun, keringat, dan sperma Aab yang terlalu banyak untuk ukuran lelaki Indonesia. Kembali Aab menggeleng.

“Tidak adil”. Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, karena secepat itu pula tangannya meraih penisku yang masih tegak.

Kembali mulutnya mencoba menambah sensasi di penisku dengan permainan dahsyatnya. Aku pun mulai menemukan gairahku yang sempat terputus saat sperma Aab muncrat.

“Tunjukkan padaku, seberapa dahsyat kau punya tenaga, Dj. Mungkin kalau dengan isterimu kau masih kasihan untuk melampiaskan semua tenagamu, namun denganku, keluarkan saja semua yang kau bisa”. Begitu tantangnya saat dia memasang kondom di penisku, seolah membangkitkan sesuatu yang selama ini kupendam.

Aab bersandar telentang di dinding kamar mandi. Pantatnya menempel di bibir bak mandi, sedang kedua kakinya dijulurkan ke luar. Tangan Aab membimbing penisku ke anusnya. Dengan posisi berhadapan, semula aku merasa kesulitan, namun Aab dengan sabar membimbingku. Penisnya kulihat sedikit demi sedikit mulai bangkit. Gambaran seorang dosen yang biasanya perlente dengan segala atribut dan gaya bicara yang dibuat sewibawa mungkin, lenyap sudah dari diri Aab. Kulihat Aab tidak lebih dari seorang preman yang sedang melampiaskan gairahnya.

Aku mendesis saat penisku sudah mulai menusuk anus Aab. Kumaju mundurkan pantatku perlahan, agar penisku benar-benar tertancap ke anusnya. Saat semua batang penisku tertelan anusnya aku mulai sedikit keras memaju-mundurkan pantatku, Aab meringis, kesakitan. Aku menghentikan aksiku, namun kembali Aab menggeleng, bahkan dia mengolokku bahwa aku hanya bisa sebatas itu.

Harga diriku mulai terusik saat kembali Aab mengolokku. Aku mempercepat aksiku, kujambak rambut ikalnya dengan kedua tangan. Aab mengerang, namun justru erangan kesakitannya seolah membangkitkan gairah nakalku. Bahkan kemudian penis Aab kujadikan pegangan kedua tanganku ketika semakin keras aku bereaksi. Aab meringis, namun berkali-kali juga mendesah, sama sepertiku. Desisanku berubah menjadi erangan kecil saat mulai kurasakan ada yang berdenyut-denyut di pangkal batang kebanggaanku.

Mulutku ternganga sambil sesekali mengerang. Mataku kupejamkan agar bisa mendatangkan sensasi yang lebih besar. Eranganku mengeras, seiring dengan cepatnya denyutan yang kurasakan dari dalam penisku. Aku hendak mencabut penisku, saat kurasakan sperma mulai menyentak ingin muncrat, namun di saat spermaku sudah tidak bisa kutahan lagi, Aab justru membenamkan pantatku ke anusnya dalam-dalam.

Aku berontak, tidak mau kondomku terlepas di dalam anusnya karena bisa jadi masalah. Namun tetap saja terlambat, aku mengejang hebat saat spermaku muncrat di dalam anus Aab. Lama aku berada dalam lambungan gairahku. Belum sempat aku tersadar dari kenikmatanku, satu tangan Aab mendekapku erat sementara satu tangannya merancap penisnya sendiri. Tubuh Aab bergetar hebat saat dia mulai mengerang. Kurasakan Aab mengejang hebat saat cairan hangat muncrat di perutku. Denyutan penisnya begitu keras sampai-sampai perutku merasa kegelian.

Kucabut segera penisku dari anus Aab saat kulihat Aab terkulai kelelahan. Untungnya penisku masih keras, sehingga kondomku juga bisa kutarik. Begitu melihat penisku yang terbungkus kondom, secepat kilat Aab meraih penisku dan dilepasnya kondom itu. Aksinya tidak berhenti di situ, karena kemudian dia menjilati sisa-sisa sperma di penisku, seolah-olah penisku adalah sebatang ice cream berbalut vanilla.

Lebih anehnya, kondom bekas pakaiku berkali diciumi dan kemudian dituangnya spermaku yang masih tersisa dalam kondom itu ke tangannya lalu dijilati. Bahkan spermaku yang masih melekat tersisa di kondom itu pun dijilatinya tak bersisa. Sinting, gumamku. Aku hanya menggeleng dalam kelelahan hebat. Ah, dosenku yang malang.

Seandainya saja foto-foto itu bisa kuproses sendiri dan bisa kusimpan dalam komputerku, mungkin aku bisa mengandalkannya saat Aab Saddam mengancam akan membeberkan aibku ke keluargaku sehingga aku tidak harus merasa seterpaksa ini. Aab, kapan kau mengerti keadaanku?

Posted by wagimin at 05:54 1 comments

And That’s Why..

Sebelum sepuluh tahun yang lalu aku hanyalah anak laki-laki biasa yang senang bermain bola di lapangan yang becek sisa hujan semalam atau berlari-larian mengejar layangan putus sampai ke kebun orang dan dimarahi sang pemilik kebun. Tapi kemudian..

***

“Kak, mandi dulu baru makan!” teriak ibuku dari dapur.
“Ntar ah, lapar nih, Bu!” balasku juga berteriak.
“Kamu sih, main dari mulai pulang sekolah, baru pulang sore-sore begini.” Ibuku mengomel.

Habis mau bagaimana lagi aku suka sekali bermain layangan, apalagi sekarang sedang musimnya, jadi banyak sekali layang-layang yang berterbangan di atas langit sana mengajakku bermain kejar-kejaran dengannya.

“Ntar Mas Agus mau ke sini lho!” ucap ibuku.
“Iya, udah tahu!” balasku.

Mas Agus, pamanku, adalah anak dari kakak perempuan ayahku yang tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah yang terkenal dengan candi Borobudurnya, dan di situ pulalah Mas Agus bekerja sebagai seorang tentara berpangkat sersan dua. Tapi walaupun tempat tinggal kami berjauhan, keluarga kami dan paman sudah sangat dekat. Dua atau tiga minggu sekali Mas Agus datang berkunjung ke rumah kami di Bandung.

Apabila paman datang aku pasti merasa sangat senang. Mengapa? Karena paman sangat baik, ia selalu mengajakku pergi berbelanja ke supermarket, dia membelikan banyak sekali barang yang kuminta. Ia sangat suka dengan anak kecil. Selain itu Mas Agus belum menikah padahal umurnya sudah hampir kepala tiga. Ia bilang pada ayahku bahwa ia belum siap untuk berumah tangga.

“Indra sini, ada Mas Agus.” panggil ibuku dari ruang tamu.
“Bentar Bu, lagi mandi.” teriakku dari dalam kamar mandi.

Kupercepat mandiku, kubilas seluruh busa-busa sabun yang menempel di badan hingga bersih, kemudian kuambil handuk dan kukeringkan di tubuhku. Lalu aku bergegas masuk kamar. Saat pintu kamar kubuka, ternyata Mas Agus sudah ada di dalam kamar.

“Udah mandinya?” tanyanya.
“Udah, seger banget Mas!” jawabku.
“Sini dibajuin sama Mas Agus.”
“Lepasin dulu handuknya, Ndra!”

Kulepaskan handuk dari tubuhku. Paman menatapku dengan pandangan aneh, lurus dan tajam ke arahku, tepatnya tubuhku.

“Mas Agus! Mas Agus!” kupanggil namanya beberapa kali. Dan seperti bangun dari mimpinya, dengan sedikit terhentak Mas Agus tersadar kembali.
“Oh, mm, kamu ambil bajunya terus bawa ke sini, biar Mas agus yang pakein.”

Kupilih salah satu t-shirt di dalam lemari, juga kaus dalam, CD, dan celana pendeknya, dan kemudian memberikannya pada Mas Agus. Mas Agus menerimanya dan meletakkan semuanya di atas kasur. Kemudian ia meraih bedak powder di atas meja di samping ranjang.

“Mas itu mah bedaknya ade. Aku kan udah gede udah nggak pake bedak lagi” ucapku saat itu juga.
“Ah, nggak apa-apa kok biar wangi.” jawabnya.

Mas Agus mulai menaburkan bedak dan menggosokkannya dengan rata ke seluruh tubuhku, termasuk pantatku, dan.. penisku.

“Badan kamu bagus, udah besar mau jadi apa? Mau nggak jadi tentara?” tanya pamanku masih sambil menggosok-gosokan bedak di tubuhku.
“Nggak tau ah, gimana entar aja.” jawabku sambil agak ketawa, habis geli banget diraba-raba sama Mas Agus.
“Sebentar yah!” Mas Agus beranjak dari ranjang menuju pintu kamar kemudian menguncinya.
“Kalo kamu jadi tentara nanti badan kamu bakal kebentuk seperti paman. Nih Mas Agus tunjukin badan Mas Agus.”

Paman mulai membuka pakaiannya helai demi helai. Diawali dengan kemeja biru langitnya, lalu kaus singletnya. Wah, badan Mas Agus memang bagus banget, dadanya keren, walaupun tidak begitu besar tapi berisi. Perutnya, wah kalau sekarang nih orang bilang six-packs. Lalu Mas Agus mulai membuka celana panjangnya. Di dalamnya terlihat CD-nya yang berwarna putih. Kemudian ia lanjutkan helai terakhir dan, wah.. besar sekali, di sekelilingnya juga ada hamparan bulu-bulu halus yang rapi terpotong pendek.

“Sini coba kamu pegang badan Mas Agus.” pintanya.
“Nah, kalau kamu mau jadi tentara kamu harus banyak olahraga dari sekarang, jadi badan kamu akan terbentuk seperti badan Mas Agus.” Dijelaskannya bagaimana ia bisa memiliki tubuh yang dibanggakannya sambil menuntun tanganku di sekitar dada dan perutnya.
“Ini kamu juga bakal ikut besar.” ucapnya sambil memegang penisku.
“Indra! Turun dulu!” Mas Agus spontan melepaskan tangannya dari penisku dan kembali memakai pakaian yang tadi dilepasnya saat mendengar teriakan Ibuku dari bawah.
“Iya!” teriakku sambil memakai pakaian yang dari tadi menunggu untuk kukenakan.

Saat malam sambil menonton televisi di ruang keluarga, paman menghampiri dan menaikkanku dalam pangkuannya.

“Kok nggak belajar?” tanyanya memulai percakapan.
“Nggak ada PR” jawabku singkat.
“Belajar kan nggak harus pas ada PR.” ucapnya menasehati. Aku diam saja, tak membalas.

Masih dalam pangkuan Mas Agus, waktu berlalu tanpa berkata sampai mataku akhirnya terpejam kelelahan, terlelap dalam pangkuannya. Tapi dalam hening malam itu, aku terusik oleh sesuatu. Tapi apa? Aku merasa ada seseorang yang meraba-raba tubuhku. Aku merasa begitu geli. Tapi kemudian rabaan-rabaan itu berhenti. Aku ingin membuka mataku.

Sedikit demi sedikit mataku terbuka. Dimana ini? Oh ini kan kamar tamu, pasti tadi Mas Agus menggotongku ke kamarnya karena aku ketiduran. Bola mataku bergerak ke arah kanan dan kulihat samar Mas Agus berdiri di samping ranjang sedang membuka helai demi helai pakaiannya. Setelah semua pakaiannya tanggal dari tubuhnya kemudian ia mengambil sesuatu di dalam tas ransel yang dibawanya. Kemudian paman duduk di ranjang, tepat di sampingku. Segera aku kembali memejamkan mataku, berpura-pura tidur. Tapi kemudian..

“Indra.. Indra..!” terdengar paman berbisik di telingaku, membangunkanku. Kubuka mataku pelan-pelan.
“A-apa?” tanyaku berdebar-debar.
“Mas Agus pegal-pegal nih, kamu pijitin sebentar yah!” pintanya.
“Kamu nggak kepanasan? Sini Mas Agus bukain bajunya.” Tanpa mendengar jawabanku, paman langsung melucuti pakaianku satu persatu sampai telanjang sama sepertinya. Kemudian paman merebahkan tubuhnya, tengkurap di ranjang.
“Kamu pijitin Mas Agus, yah! Kamu duduk di punggung Mas Agus aja biar gampang.” ucapnya. Kuturuti sarannya dan lalu kemudian mulai menggerak-gerakkan jariku di pundaknya.
“Iya di situ Ndra, duh enak banget!” ucapnya puas.

Iya Mas Agus enak, nah aku, orang lagi mengantuk malah disuruh mijit. Tak pelak hampir tiap menitnya aku menguap karena mengantuk. Tapi kemudian..

“Pantat Mas Agus juga pegel nih, pijit yah!” pintanya lagi.
“Iya.” jawabku singkat. Aku bergeser mundur hingga kudapat posisi terbaik untuk memijat. Dan kembalilah jari-jariku bekerja. Memijat pantatnya yang padat berisi.
“Kok nggak kerasa yah, digigit aja deh!” pintanya.
“Digigit?” tanyaku spontan.
“Iya digigit, tapi jangan keras-keras!” jelasnya.

Untuk sejenak aku terdiam. Apa? Aku harus memijat pantat Mas Agus dengan gigiku. Pantat yang berwarna lebih terang dari bagian tubuhnya yang lain itu, dengan mulutku. Namun kemudian aku tersadar kembali oleh suara Mas Agus.

“Ayo dong Ndra!” pintanya.
“I-iya.” jawabku.

Kubuka mulutku agak lebar, mendekatkan wajahku sampai akhirnya mendarat di permukaannya. Dan selanjutnya semua berjalan sesuai instruksi.

“Sambil dijilat Ndra biar licin!”
“Ah..”
“Disedot juga dong!”
“Nah.. Iya gitu!”
“Terus.. Terus Ndra..” ucapnya. Beberapa saat kemudian aku terhentak ketika secara tiba-tiba Mas Agus membalikkan tubuhnya.
“Sekarang yang ini!” katanya sambil menunjuk penisnya.

Karena aku ingin ini segera berakhir, tanpa banyak bertanya langsung saja kulakukan perintahnya. Dan instruksi-instruksi itu pun berlanjut. Aku dapat merasakan penis itu semakin lama semakin membesar. Warnanya pun yang tadinya putih kini memerah. Sampai akhirnya mulutku hanya dapat dimasuki bagian kepalanya saja. Sementara aku yang semakin mengantuk, mendengar suara desahan-desahan Mas Agus yang kian menderu. Hingga saat dimana kurasakan penisnya menyodok-nyodok masuk ke mulutku dan membanjiri isinya dengan cairan sperma Mas Agus yang hangat. Kemudian Mas Agus menarikku ke dalam dekapannya. Memelukku erat, mencium bibirku sampai lidahnya masuk dan merebut sebagian sperma yang tadi ia berikan padaku. Lalu diciuminya leherku, dielusnya tubuhku, sementara aku telah terlelap dan membisu.

Lima tahun kemudian, lima tahun sebelum hari ini Mas Agus yang sudah empat tahun tak pernah lagi berkunjung karena ditugaskan di luar kota, sore itu di hari Sabtu yang agak kelabu ia datang dengan seragam lengkapnya. Tapi kali ini ia datang tidak sendirian, ia datang bersama seorang wanita yang ia akui sebagai istrinya yang baru dinikahinya sekitar satu tahun yang lalu. Aku yang saat itu masih baru mengerti bahwa kejadian di malam dulu itu bukanlah hanya pijat-memijat biasa, merasa tidak percaya. Mungkinkah Mas Agus tidak seperti yang kupikirkan selama ini. Tapi.. aku.. aku telah telanjur ’sakit’..

Kuambil kursi itu dari tempatnya semula. Kemudian kuletakkan tepat di depan pintu. Pintu kamar dimana Mas Agus dan istrinya tidur. Sengaja aku tak tidur sampai lewat tengah malam begini hanya untuk membuktikan sesuatu. Kulihat dari celah udara yang sempit itu dan, kulihat Mas Agus di sana tepat sedang menindih tubuh istrinya. Mas agus menggerak-gerakkan penisnya keluar masuk vagina istrinya sambil tangannya mengelus-elus kedua buah dada istrinya. Sementara bibirnya sedang menggerayangi bagian leher.

Istri Mas Agus terlihat sangat menikmatinya, terlihat dari erangan-erangannya. Tapi tak lama kemudian semua berakhir, Mas Agus sudah berada di puncak dan melepaskan semua spermanya masuk ke dalam vagina istrinya. Kuletakkan kembali kursi kembali ke tempatnya. Lalu aku beranjak ke ruang keluarga dan menyalakan TV. Sendiri dalam temaram hanya ada cahaya televisi aku berniat untuk begadang sampai pagi dan mencoba untuk melupakan apa yang baru saja terjadi. Karena jawaban dari pertanyaanku sepertinya sudah terjawab langsung di mataku. Mungkin memang aku yang beranggapan salah..

“Kok belum tidur?” Tiba-tiba saja kudengar suara Mas Agus di sampingku mengagetkanku. Tapi aku diam tidak bisa menjawab. Mas Agus yang datang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek itu membuatku menjadi gagu.
“Tolong pijitin Mas Agus, dong!” Tiba-tiba kalimat itu terdengar lagi setelah sekian lama. Tapi aku tetap diam.
“Ayo dong, sebentar aja kok!” lanjutnya.

Kemudian pelan-pelan mulai kuangkat tanganku ke atas pundaknya, lalu menyentuhnya. Tapi kemudian aku teringat akan kejadian yang baru saja kulihat. Kali ini dengan cepat kuangkat kembali tanganku dari pundaknya.

“Mas Agus, maaf Indra ngantuk, mau tidur.” ucapku sambil berlalu.

Keesokkan malamnya aku terbangun karena tak kuasa menahan rasa untuk buang air kecil. Lalu dengan sedikit berlari, aku bergegas ke kamar mandi. Kubuka pintunya dan kuperosotkan celana dengan cepat lalu CD dan, ahh.. lega sekali, seperti melepaskan beban. Setelah tetes terakhir kusiram penis dan lubang WC dengan air. Saat aku balikkan badan, kulihat Mas Agus sudah barada tepat di depan pintu. Langsung kutarik naik CD dan celanaku cepat lalu beranjak pergi.

Aku baru sampai di depan pintu kamarku ketika kurasa tangan itu menahanku dari belakang. Lalu membalikkan tubuhku. Aku tertunduk bisu. Lalu tiba-tiba ia mengangkat tubuhku, menggendongku masuk ke dalam kamarku. Setelah mengunci pintu, diturunkannya aku di tepi ranjang. Kemudian ia mengangkat wajahku yang tertunduk dan mendaratkan bibirnya tepat di bibirku.

Ciuman itu begitu lembut, perlahan tapi dapat kurasakan getarannya. Tanpa sadar tubuhku terjatuh di atas ranjang sambil terus berciuman. Lidah kami saling bertemu. Kemudian ia melepaskan pakaianku sambil menikmati ciumanku di bibirnya. Lalu ia mulai menjelajah daerah leherku, dijilatnya leher dan telingaku sampai memerah. Lalu ia bangkit dan membuka T-shirt yang dipakainya.

Setelah bajunya terlepas kuambil inisiatif untuk membuka sendiri celana yang dikenakannya juga CD-nya. Dan terlihat jelas kini apa yang sudah empat tahun tak pernah lagi kulihat. Tubuh itu masih tampak kekar. Sebuah penis berukuran besar yang teracung berwarna kemerahan dan di sekitarnya nampak bulu-bulu halus kini terpampang di depanku. Kujilati penis itu dengan lidahku dari buahnya sampai kepala penisnya. Lalu kulahap masuk ke dalam mulutku. Kugerakkan keluar masuk sambil kumainkan lidahku.

“Oh.. terus ‘Ndra!” ucapnya lembut. Kemudian ia memintaku berhenti dan melepaskan celana dan CD-ku.
“Ternyata kamu udah besar, yah!” ucapnya sambil tersenyum. Lalu dikulumnya penisku sampai memerah.
“Sekarang kamu masukin punya kamu ke sini, yah!” ucapnya sambil bergaya doggy style dan menunjuk lubang analnya. Kumasukkan penisku perlahan, pertama terasa sulit, tapi kemudian..
“Ah.. Ah.. Ah! Mas Aku mau keluar, nih!” ucapku dalam gairah. Mas Agus kemudian bangkit dan mengulum penisku hingga..
“Ah..!” erangku.

Spermaku masuk ke dalam mulutnya terus ke tenggorokannya. Tidak berhenti sampai di situ, kemudian ia baringkan tubuh lemasku di atas tubuhnya sehingga pantatku tepat berada di atas penisnya. Kemudian ia masukkan penisnya ke dalam lubangku dengan tangannya. Nikmat sekali. Sampai akhirnya Mas Agus bangkit menyemburkan semuanya di atas wajahku.

Dalam lelah dan kantuk, dengan mata sedikit terbuka kulihat Mas Agus berpakaian dan pergi meninggalkan kamarku, meninggalkan aku dalam dasar jurang yang gelap sampai hari ini..

Posted by wagimin at 05:53 0 comments

Anak-Anak Ibu Kostku

Saya baru kuliah di Jogja, dan seperti selayaknya anak-anak yang study di Jogja itu kost. Aku suka kost itu karena familiar sekali. Di kostku memang tidak seperti kamar kost teman-temanku, di kamar itu ada televisi, VCD, dan Playstation, ya selayaknya kamar anak-anak. Oh ya aku baru semester dua jadi ya mainan itu masih sangat suka sekali. Di kost terisi hanya 6 kamar dan satu rumah induk. Keluarga dari ibu kostku mempunyai anak dua laki-laki dan satu perempuan yang masih sangat kecil (kelas 5 SD), sedangkan yang tertua kelas 3 SMU, dan adiknya yang laki-laki baru kelas 2 SMP. Selayak juga anak-anaknya sering nonton TV dan VCD, bahkan main Playstation di kamarku sehingga aku juga agak terganggu waktu tidur maupun waktu belajar. Tapi aku suka terhadap mereka, karena mereka sangat imut dan lucu.

Kadang mereka sampai malam hari main Playstation di kamarku. Mungkin libido yang tinggi atau memang hasratku untuk seks amat sangat kuat, karena aku sangat tertutup sekali. Pada waktu sore biasanya yang SMP main Playstation di kamar berdua bersamaku. Aku sering memeluknya bahkan menciumnya. Pernah suatu ketika aku tidak sanggup untuk menahan nafsuku, kupeluk dia dari belakang dan kuciumi lehernya dan memegang batang kemaluannya yang masih belum membesar sampai membesar, kadang kukocok. Kalau sudah besar kutiduri dia dan kugosok-gosokan kelaminku dengan kelamin dia, tapi masih pakai pakaian lengkap selayaknya memperkosa anak kecil. Tapi dia juga menikmatinya bahkan membalas menciumku dan memelukku. Aku belum berani untuk membuka bajunya, dan bajuku, dan itu berlangsung sampai kami berdua berkeringat dan aku “keluar” serta lemas.

Dia, setelah aku lemas melanjutkan kembali main Playstationnya. Dan setelah itu aku mandi, mandinya kebetulan kamar mandi luar dipakai oleh temanku, maka aku mandi di dalam dan bersebelahan dengan kamar mandinya keluarga ibu kost. Secara tidak sengaja juga anaknya yang SMU mandi, jadi kami berdua mandi bersama tapi lain kamar. Di atas yang menghubungkan kamar mandi, jadi tidak terpisah, untuk penerangan. Aku melongok mengintip dia dari atas dan terlihat di cermin yang ada di kamar mandinya. Dia mulai buka bajunya, dan terlihatlah badannya yang sangat mulus dan putih itu, lalu dia buka celananya, wow.. batang kemaluanku mulai menegang lagi, kupegang dan mengelus-elus batang kemaluanku, dan saat yang ditunggu dia melepaskan CD-nya (celana dalam) terlihatlah batang kemaluannya dan pantatnya yang indah itu. Yang mengherankan dia bukannya langsung mandi tapi duduk di bak mandi, dan mengambil sabun, betul sekali dia mengocok batang kemaluannya, dan terlihat batang kemaluan itu menegang dan sangatlah indahnya. Dia mulai mengocoknya dengan asyiknya tanpa sadar aku melihatnya dari atas.

Aku pun membayangkan dia dan ikut mengocok juga sambil melihat dia. Tidak lama dia mengocoknya dan keluarlah spermanya, sedangkan aku belum. Dia berbalik badan dan mengambil gayung serta menyiram spermanya yang tumpah. Aku terus mengocok sambil melihat tubuh yang begitu indah. Akhirnya aku keluar juga, dan dia mandi dengan cepat sekali. Setelah mandi dia main ke kamarku, yang biasa dia lakukan.

Dan aku belum bisa mengungkapnya, padahal ingin sekali untuk mengobrol bersama dia mengenai kejadian tadi sore itu. Dua hari kemudian dia main ke kamar kostku lagi, dan ini saat yang kutunggu karena hanya kami berdua. Aku bilang ke dia kalau aku melihat dia “ngocok” di kamar mandi. Dia hanya tertawa saja dan bilang jangan bilang sama siapa-siapa. Aku mengangguk kepala, lalu aku bilang aku juga “ngocok” waktu itu, dia kaget dan bilang, “Oh ya? Kenapa Mas enggak bilang waktu itu, kan kita bisa saling ngocokin, Mas ngocok punya saya dan saya ngocok punya Mas, pasti asyik.” Aku jadi bingung waktu itu karena kagetnya bukan main serta menyesal kenapa juga tidak aku lakukan, pokoknya campur aduk deh perasaan itu. Tapi aku menganggap ini kesempatan besar, aku bilang sama dia, “Kenapa enggak sekarang kita lakuin bersama, sambil nonton VCD, mau enggak ajak aku?” Dan dia mau. Aku ambilkan VCD yang tentu saja laki-laki sama laki-laki di sana ada adegan analnya. Dan dia bertanya, “Kok bisa pantat dimasukin ‘itu’ ya Mas?” Aku bilang, “Bisa saja, mau coba?”

Akhirnya kami buka baju dan celana masing-masing, aku malu karena punyaku sudah tegang duluan. Dia memegang tanpa malu punyaku yang sudah tegang itu dan langsung jongkok, tanpa basa-basi langsung pula punyaku dimasukkan ke mulutnya. Aku mengerang asyik bukan main dan aku mendudukan diri di kasur dan menidurkan diri, aku bilang, “Mari kita atus posisi!” Akhirnya aku di bawah dan dia di atas atau 69 dia mengulumnya seperti layaknya sudah pernah dia lakukan. Aku kewalahan, dan aku merubah posisinya, kupeluk untuk kutidurkan agar aku bisa di atas, dia pun menurut saja. Kucium dia dan dia pun membalasnya dengan asyiknya. Lidah, kami mainkan serta pinggulnya digoyangkan, aku bilang kepada dia, “Mau nggak kumasukan di pantatmu?” Dia mengangguk, dan aku menjilatinya sampai basah serta dia mengerang kenikmatan yang luar biasa sambil aku kocokkan batang kemaluannya yang lumayan besar itu walupun masih besaran punyaku.

Setelah basah aku membimbing batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya dan “Bless!” masuklah semuanya, dia mengerang kesakitan, bahkan hampir menjerit. Aku mengaturnya dan mengocokkan batang kemaluannya serta menambah air liurku ke anusnya dan batang kemaluanku. Aku mulai maju mundur, dan dia tetap aku kocokkan. Asyik sekali pantat yang seksi itu dimasukan batang kemaluanku. Akhirnya aku tidak kuat lagi untuk menahan kenikmatan yang berlebihan ini dan keluarlah aku. Tapi sebelum keluar, batang kemaluanku kutancapkan sampai dalam dan akhirnya keluar dengan kenikmatan yang amat sangat, sampai airmaniku keluar dari pantatnya dan dia juga mau keluar maka aku keluarkan batang kemaluanku yang masih mau asyik di pantat itu, lalu kukulum batang kemaluannya dan keluarlah airmani yang sangat sedap itu di dalam mulutku yang imut ini sampai aku tidak bisa menampung semuanya, walaupun sayang tapi memang kebanyakan sih ya. Kami main itu sampai 2 setengah jam lamanya. Dan kami berdua lemas dan saling berpelukan, berciuman, serta mengelap keringat, dan senyum yang manis itu di bibirnya.

Setelah rasa capai hilang dan keringat sudah kering, dia balik ke kamar rumahnya. Besoknya kami selalu bersama, dan akhirnya kalau tidak ada kakaknya aku juga main sama adiknya. Suatu ketika aku tidak tahan juga lihat adiknya yang masih SMP itu, akhirnya kupeluk dan kuciumi dia. Tadinya dia tidak mau digitukan karena asyik main Playstation. Akhirnya, “Ya sudah, kalau tidak mau ditiduri kamu buka celananya biar kuisep,” kataku. Dia bilang, “Buka aja, lagi.” Tidak kusia-siakan kesempatan itu. Kubuka celana itu dan “nongollah” batang kemaluan yang masih loyo itu. Aku atur duduk dia, dan aku mengulumnya langsung, lama-kelamaan akhirnya tegang juga, dan terlihat dia sudah tidak konsentrasi untuk main Playstationnya, terlebih karena kalah terus. Aku terus mengulumnya tanpa pura-pura tidak memperhatikannya. Akhirnya dia menurunkan celananya ke bawah maka asyiklah aku dengan bebas mengulumnya dan dia terlihat keasyikan, dan meninggikan joystiknya dan tiduran. Aku tidak mau untuk meluangkan waktu itu, kubuka juga celanaku dan memperlihatkan punyaku yang memang dia kalah besar sama punyaku. Aku tiduri dia dan kugesek-gesekan punyaku dangan punyanya serta kami berciuman. Aku bilang, “Kamu mau ngisep?” Dia bilang, “Boleh!”

Aku pun memutar tubuhku maka kami melakukan 69. Kumainkan jariku di pantatnya dan dia mengangkang asyik sekali memang. Aku mencoba memasukkan jariku ke dalam pantatnya, dan dia pun mengerang, “Ach..” aku kasih ludah lagi di jariku dan di pantatnya, kuoleskan bodylotion di pantatnya dan kumainkan jariku keluar masuk di pantatnya, dia pun keasyikan, dia pun melakukan hal yang sama. Asyik sekali memang, lalu aku menyuruhnya untuk memasukan batang kemaluannya yang kecil itu ke pantatku, aku masih merangkak, selayaknya doggystyle, dia asyik memaju mundurkan batang kemaluannya yang bagiku itu sama dengan jariku kalau kumainkan, beda kalau kakaknya yang memasukkan batang kemaluannya. Dia bilang, “Aku mau keluar!” Aku bilang, “Entar dulu!” dan dia menahannya, lalu kusuruh keluarkan batang kemaluannya, dan menidurkannya, dia menurut saja kupegang kakinya untuk mengangkang sambil kuoleskan bodylotion ke pantatnya, serta membimbing pelan-pelan batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya. Dia kesakitan tapi dia bilang, “Ayoo Mas cepet masukan dong.. asyik banget nih.” Aku pun mendorongnya dan dia menjerit, “Ach.. Mas..” dia tetap memegang batang kemaluannya yang mau keluar itu. Aku pun tidak lama keluar paling hanya lima atau enam genjotan. Tapi sebelum aku keluar, aku bilang, “Aku mau keluar nih,” dan dia pun mengocok batang kemaluannya dengan cepat dan kami keluar bareng. “Ach.. nikmat memang..”

Masnya dan adenya aku dapatkan mereka berdua. Sungguh ini suatu pengalaman yang luar biasa sekali, untuk lebih lanjutnya aku mau memikirkan apakah masnya dengan adenya mau malakukan bareng denganku alias orgy? Tunggu saja episode berikutnya. Terima kasih.

Posted by wagimin at 05:21 0 comments

Anak Manja

“Jii..Ajii..kesini sebentar!” itu suara Dino, aku memanggilnya Mas Dino, anak majikanku.
Usianya sama denganku, kami sama-sama masih duduk di kelas 2 SMU. Aku segera bergegas memenuhi panggilannya, soalnya anak ini rada-rada manja. Kalau dia ngambek gara-gara aku terlambat memenuhi panggilannya, bisa berabe. Aku bakalan kena omelan Nyonya seharian.
“Ya, sebentar Mas,” jawabku, kuletakkan buku Matematika yang sedang kubaca.
“Perasaan bukan cuman dia doang yang ujian, aku juga ujian besok,” sungutku dalam hati.
Pasti anak manja ini bakalan minta aku ajarin matematika lagi. Jujur aja, males aku kalo harus ngajar dia. Dibilang bego, bisa berabe, cuman kalo diajarin emang gak bisa ngerti-ngerti dia. Aku gak tahu apa yang ada dikepalanya. Ngerepotin aku aja nih. Sambil bersungut aku berjalan cepat menaiki tangga rumah besar milik Tuan Arifin Wijaya, majikanku, kamar Dino ada di lantai dua rumah itu.

Majikanku sebenarnya orang baik. Buktinya aku disekolahkan olehnya. Memang sih bukan sekolah bonafit seperti sekolah Mas Dino. Tapi dibiayai sekolah saja olehnya, aku sudah cukup senang. Soalnya ketika dibawa dari kampung, aku tak pernah punya fikiran Tuan Arifin Wijaya seorang pengusaha tionghoa yang cukup sukses di medan dan istrinya yang asli sunda itu bakalan menyekolahkan aku. Paling aku hanya akan dijadikan tukang kebun di rumah gedung miliknya yang sekarang aku tinggali ini. Makanya aku sangat tidak enak hati kalau Nyonya Wijaya kesal padaku hanya gara-gara anak bungsunya yang manja ini.

“Tok..tok..tok.., ” tanganku mengetuk pintu kamar Mas Dino pelan sebelum pintu kamar itu kubuka. Kemudian aku berdiri di pintu kamarnya yang luas dan dipenuhi dengan berbagai poster tokoh komik seperti spiderman, superman, batman itu. Nih anak badannya aja yang gede, tapi masih aja demen ama komik, kataku dalam hati. Dan seperti biasa aku disambut dengan omelannya yang sama dan sebangun setiap kali aku dipanggilnya,
“Lama banget sih lo,”
“Maaf Mas Dino, aku tadi lagi konsentrasi baca buku Matematika, kan besok ujian, saking konsennya baca buku, panggilan Mas Dino agak sayup-sayup ku dengar,” jawabku membela diri.
“Alasan lo,” katanya tanpa perlu memandangku, matanya tak lepas dari layar komputer yang ada didepannya.
Lo, aku pikir dia lagi belajar, tak tahunya sedang asik main komputer anak manja ini. Lalu untuk apa aku dipanggilnya.
“Ada apa Mas, kok aku dipanggil?” tanyaku.
“Kapan Papi sama Mami balik dari Hongkong?” pertanyaanku tak dijawabnya, malah dia menyampaikan pertanyaan kepadaku.
“Bukannya masih seminggu lagi Mas,” jawabku, masih berdiri di pintu kamarnya.
“Hmm,” gumamnya. “Masuk sini! Tutup pintunya!” katanya.

Aku masuk lalu menuju meja belajarnya yang bulat dan berkaki rendah itu. Biasanya juga kalau ke kamarnya aku langsung menuju ke meja itu. Mataku tidak berani melirik monitor komputer, soalnya pernah sekali aku melirik monitor dan disana terpampang tubuh bugil indah milik Pamela Anderson. Aku malu sekali waktu itu, wajahku merah, sementara dia ngeledek aku karena malu ngelihat gambar begituan. Akhirnya kami tidak jadi belajar waktu itu, karena konsentrasiku benar-benar hilang gara-gara melihat gambar itu. Penisku ngaceng sejadi-jadinya waktu itu.

Ketika aku baru saja lesehan menghadap ke meja itu, tiba-tiba dia memanggilku,
“Sini Ji,” katanya. “Gua mo nunjukin lo gambar bagus,”katanya.
“Enggak usah mas,” jawabku pelan.
Tapi dia membalas jawabanku dengan suara keras,
“Kalau lo gua suruh liat gambar, maka lo harus liat gambar! Sini!” katanya marah.

Daripada urusannya panjang segera aku bangkit dan mendekatinya, berdiri di belakangnya dan melihat ke monitor komputernya. Betapa kagetnya aku, jantungku serasa copot melihat gambar yang terpampang di monitor komputer itu. Seorang cowok bule, muda, ganteng, kekar dalam keadaan bugil sedang menungging dengan bertumpu pada kedua tangan dan kakinya. Dibelakangnya seorang cowok yang juga bule, muda, ganteng, kekar, dan juga bugil memasukkan penisnya yang besar dan panjang kedalam lobang pantat cowok yang sedang menungging itu. Mataku berkunang-kunang melihat gambar yang “tak biasa” buatku itu.

Aku terpaku, dan ketika tersadar aku bersegera untuk pergi dari tempatku berdiri, namun tangan putih berbulu halus, kekar milik Dino menahan tanganku.
“Jangan kemana-mana. Lihat aja baik-baik,” katanya tegas.
Selanjutnya berganti-ganti gambar-gambar berbagai posisi persenggamaan sesama laki-laki disuguhkan Dino di depan mataku. Aku hanya bisa melotot melihat gambar-gambar itu. Pelan-pelan jantungku mulai normal detakannya, namun bulu romaku terasa merinding, pelan-pelan aku merasakan penisku mulai bergerak-gerak, mengeras dan semakin keras.
“Mas, kenapa lihat gambar beginian..??” tanyaku pelan, dan aku yakin suaraku terdengar sangat bergetar.

Dino tak menjawab, namun kemudian ia memandangku dengan pandangan yang menurutku aneh, tiba-tiba aku risih dengan pandangannya. Selama ini bila aku memandangnya yang muncul hanya perasaan kesal, keqi, dongkol atas gaya manjanya saja. Selain aku risih melihat tatapan anehnya itu, tiba-tiba wajah gantengnya juga menggangguku. Ada getaran aneh di hatiku ketika aku memandang wajahnya. Dino memang ganteng. Kegantengannya sudah diakui, kenapa? Soalnya bulan lalu saja dia mendapat predikat Juara I pemilihan model sebuah majalah terkenal.

Hidungnya mancung, bulu matanya tebal, bibirnya tipis dan kemerahan, kulitnya putih bersih dan ditumbuhi bulu-bulu halus di pergelangan tangan, betis, dan mungkin sampe pahanya. Aneh, aneh, selama ini aku tidak pernah memperhatikannya secara fisik. Kenapa kok tiba-tiba aku jadi begini sekarang?? Tubuhnya tinggi kokoh, mungkin sekitar 185 cm karena kalau aku berdiri disampingnya tubuhku lebih pendek sedikit darinya, sedangkan tinggiku 175 cm. Tubuhnya atletis, mungkin karena dia rajin renang dan rajin main volli, dia anggota tim inti volli di sekolahnya. Bukannya nyombong, tubuhku juga kekar dan atletis, bukan karena olahraga namun karena bekerja. Dulu di kampung pekerjaanku apalagi kalau bukan mencangkul sawah. Karenanya tubuhku lebih hitam dari Dino. Waktu baru tiba di rumah ini, tubuhku lebih hitam dan kulitku lebih kasar dari sekarang. Namun setelah hampir setahun aku tinggal disini kulitku sudah tidak terlalu hitam lagi, dan juga tidak sekasar dulu lagi, mungkin karena pengaruh makanan dan kini kulitku jarang terpanggang panas matahari.

Tiba-tiba tangan Dino menggenggam tanganku erat, lalu aku ditariknya ke tempat tidurnya yang empuk. Aku didudukkannya, kami duduk berhadapan. Dipegangnya daguku yang terbelah. Lalu dengan menatap mataku dalam-dalam Dino berkata,
“Aku pengen nyobain apa yang kita lihat di gambar-gambar tadi dengan kamu. Kamu mau kan?!!” tanyanya lembut namun tegas.
Sosok Dino sekarang benar-benar berubah kurasa. Bukan seperti Dino yang selama ini aku kenal. Kali ini dia begitu tegas dan matang tidak manja dan menjengkelkan seperti biasanya. Tatapannya elangnya benar-benar menyihirku, sehingga tanpa ada perlawanan aku mengangguk, mengiyakan permintaannya itu.

Selanjutnya wajahnya semakin dekat mendekati wajahku. Nafasnya yang hangat berhembus diwajahku. Tiba-tiba aku merasa bibirnya lekat di bibirku. Bibirku terasa basah oleh air hangat. Rupanya lidahnya mulai menyapu bibirku. Pelan-pelan lidah itu mendesak ingin masuk kedalam mulutku. Secara alami mulutku mulai membuka membiarkan lidah Dino mencari lidahku. Mulut kamu kemudian saling melumat, menghisap, dan lidah kami beradu dengan dahsyat. Baru sekali ini aku berciuman, dan gilanya dengan seorang cowok. Namun ciuman itu terasa sangat nikmat kurasakan. Kami terus melumat, lama.

Setelah selesai acara lumat-melumat dilanjutkan dengan cupang mencupang. Bergantian kami saling menyerbu leher, telinga, belakang leher untuk mencupang satu sama lain. Aku yakin baik Dino dan aku baru sekali ini melakukan hubungan sejenis, namun entah kenapa kok dia cepat pintar dalam hal ini. Entah siapa yang memulai, tangan kami sudah menjelajah entah kemana-mana. Karenanya jangan kaget kalau kami sekarang sudah dalam keadaan telanjang bulat saling bergantian menindih. Aku sendiri bingung entah siapa tadi yang pertama memulai aksi buka baju, aku tak ingat. Tapi kok ketika aku melirik sekilas ke lantai kamar pakaian kami sudah bertebaran disana.

Tubuh kami yang berkeringat saling bergesekan. Kami mengerang-erang, gesekan-gesekan tubuh kami menimbulkan rasa yang nikmat. Tidak bisa kukatakan bagaimana nikmatnya, namun arghh. Sekarang ini aku sedang menindih Dino, melumat bibirnya, meremas rambutnya, menggesek-gesekkan dadaku yang bidang ke dadanya. Menggesek-gesekkan penisku yang keras ke penisnya. Meskipun kami berdua belum saling melihat penis masing-masing, tapi aku yakin kalau penis kami sama-sama besar, keras dan panjang. Ini bukannya nyombong lo. Ganjalan di perutku ini yang mengatakan itu.

Bosan dengan aksi gesek-menggesek Dino mengajakku bermain 69. Aku menungging bertumpu pada dua tanganku dan kakiku, sementara dibawahku Dino telentang dengan kepala mengahadap ke atas ke selangkanganku memandang penis kerasku yang tegak sampai ke pusar. Sementara dihadapanku sekarang tegak penis Dino. Dugaanku ternyata benar. penis Dino besar, meskipun belum sebesarpunyaku. Tanganku menggenggam penis itu, namun jari-jariku tak bisa bertemu. Batangnya berwarna kuning langsat kemerahan. Kepala penisnya berwarna lebih gelap. Di pangkal penis itu bertebaran bulu jembut halus, namun lebat, tumbuh hingga ke lobang pantatnya.
“Besar banget penis mu, Ji..hmmpp.” desah Dino sambil mulutnya menyelomoti batang keras ku itu. Aku hanya tersenyum.

Lalu mulutku pun mulai mengerjai batang kejantanan anak majikanku yang keras ini. Entah kenapa mengemut, menghisap, menjilat penis ini sangat nikmat kurasa, dan Dino pun kayaknya juga sangat menikmatinya. Padahal penis ini tak manis rasanya seperti permen atau es krim. Rasanya asin, dan baunya pun sebenarnya tak enak, karena sudah bercampur bau ludah, precum, dan mungkin sedikit air kencing. Tapi entahlah.. Kok aku menyukainya. Lidahku tak berhenti-henti menjilat, mulutku tak berhenti-henti mengulum, menyedot, menghisap. Srupp. Dino pun begitu. Malah dia lebih nakal lagi, lidah dan mulutnya mulai berani-beranian mengekspansi ke arah lobang pantatku.

Lobang pantatku terasa basah dan hangat karena jilatan lidahnya.
“Arghh..” Aku mendesah kegelian, gesekan lidahnya yang kasar di lobang pantatku benar-benar nikmat rasanya jeck. Saking nikmatnya aku jadi melupakan penis gede dihadapanku ini. Aku konsentrasi menikmati kenakalan mulut dan lidah Dino dibawah sana, eh jarinya pun mulai nakal juga rupanya. Ngapain tuh jari menusuk-nusuk pantatku?? Aku mendelik, bukan karena marah, tapi karena keenakan. Aku benar-benar lupa dengan penis Dino, aku mengerang-erang keenakan. Dan Dino pun tak memaksaku untuk mengrejai penisnya lagi. Rupanya dia pun sedang keasikan mengerjain lobang pantatku. Malah tiba-tiba dia membebaskan dirinya dari kangkanganku.

Dari lobang celah antara kedua pahaku dia beringsut keluar. Lalu dia menungging dibelakangku. Dan mulai merimming pantatku dengan mulutnya. Ohh..shitt..mulutnya nakal banget, lidahnya nakal banget, jari-jarinya itu juga. Kok enak bangetthh..Ohh..Aku memejamkan mataku menahan rasa nikmat itu. Lidah, mulut, dan jari Dino tak putus-putus mengerjain lobang pantatku, sekali-kali dikocoknya juga batang penisku. Tapi tiba-tiba aku merasa Dino menghentikannya. Aku kebingungan, aku menunggu siapa tau dia akan melanjutkan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda Dino melanjutkan lagi. Aku menoleh ke belakang mencari tahu apa yang terjadi, kenapa Dino menghentikan aksinya.

Kulihat dibelakangku Dino sedang memasangkan kondom ke penisnya yang besar dan mengacung itu. Aku kaget, Mas mau ngapain..?” tanyaku bergetar. Dino tak menjawab. Dino benar-benar lain, biasanya dia cerewet, namun sepanjang persenggamaan ini dia benar-benar jadi orang yang banyak bekerja sedikit bicara. Jari telunjuknya diletakkannya ke mulutnya, memberi isyarat kepadaku agar tidak bicara lagi. Akupun diam. Tak lama aku merasakan lobang pantatku mulai dijejali dengan sebuah bongkahan benda keras, kenyal dan besar. penis Dino mencoba memasuki lobang pantatku yang masih perjaka.
“Orgghh..orghh..orghh.” aku mengerang-erang, kesakitan.

Namun Dino tak memperdulikannya, terus saja dia mencoba menjejali lobang pantatku. Sedikit demi sedikit penis besar berkondom itu memasuki lobang pantatku. Lobang pantatku terasa panas, perih. Aku memejamkan mata menahan sakit. Namun untuk menolak keinginanannya aku tak mau. Karena aku juga menikmatinya. Aku menahan rasa sakitku itu hingga akhirnya aku rasakan bulu jembut Dino menggesek belahan pantatku. Rupanya seluruh penisnya telah masuk semua. Tak kusangka anus sempitku sanggup juga menelan batang keras dan besar itu. Arghh.. Dino mendiamkan penisnya sesaat. Aku mengambil kesempatan itu untuk meralakskan lobang pantatku sekaligus mengatur nafasku.

Tiba-tiba tanpa pake woro-woro terlebih dahulu Dino menarik penisnya dan segera membenamkannya lagi. Memang tak seluruh penis itu bisa ditariknya karena sempitnya lobang pantatku namun gesekan itu cukup membuatku untuk menjerit. “Akhh..” aku benar-benar kesakitan. Dino tak memperdulikan jeritanku, malah aksi tarik sorong itu kemudian dilakukannya terus berulang-ulang. Awalnya pelan namun setelah penisnya dapat beradaptasi dengan lobang pantatku, gerakannya cepat dan semakin cepat. Aku pun menjerit-jerit. Untunglah kamarnya itu kedap suara, sehingga jeritanku tak perlu mengganggu orang lain di rumah. Soalnya selain kami, Bi Ijah tukang masak dan urusan dapur, Mang Diman supir dan Mbak Ayu dan Mbak Jumi tukang bersih-bersih rumah, juga ada di rumah itu.

Tak lama jeritanku mereda, bukan karena Dino menghentikan gerakannya, namun memang kemudian gesekan penis Dino itu tak lagi kurasakan sakit seperti tadi. Gesekan itu semakin lama semakin enak kurasakan. Akhirnya jeritanku pun beralih menjadi erangan-erangan. “engg..engg..engg..engg..” Keringat memabsahi tubuh kami berdua.

Goyangan Dino semakin binal dan cepat, nafasnya liar dan tak beraturan, tangannya meremas pinggangku kuat-kuat. penisnya mengaduk-aduk lobang pantatku. Mulutnya melumat-lumat leher belakangku, giginya menggigit-gigit kecil disana. Tiba-tiba Dino melakukan gerakan hentakan penis di lobang pantatku, dibenamkannya penisnya sedalam-dalamnya di lobang pantat ku itu. Lalu kurasakan ada yang menggelembung didalam pantatku. Aku yakin itu pasti ujung kondomnya yang sudah dipenuhi dengan sperma. Gelembung itu terus membesar. Dino mengeluarka sperma yang banyak kurasa. Dino lalu lemas, kelelahan setelah menguras tenaga dan rebah diatas tubuhku. Tak tahan menahan tubuhnya yang berat aku pun merebahkan diri di kasur empuk itu dengan tubuh Dino diatas tubuhku. penisnya masih tersimpan dengan aman di lobang pantatku.

Nafas Dino tak beraturan. Pelan-pelan dia mulai mengatur nafasnya kembali. Aku tergeletak telungkup, menyadari apa yang baru terjadi. Aku baru saja kehilangan keperjakaan pantatku. namun bagaimana dengan keperjakaan penisku. Aku belum keluar apa-apa. Aku juga ingin merasakan apa yang baru saja dirasakan oleh Dino, tapi bagaimana? Apakah dia mau?

Pelan-pelan aku mendengar dengkuran halus Dino diatasku. Dia sudah tertidur rupanya. Benar-benar dia hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Tiba-tiba kembali aku kesal padanya. penisnya saja masih menikmati kenyamanan lobang pantatku namun ia sudah melupakanku. Aku marah padanya. Tanpa memperdulikan dia anak majikanku, kemudian aku menolak tubuhnya kasar. penisnya terlepas dari lobang pantatku. Dia terbangun. “Ada apa?!!” tanyanya bingung.

Tak kupedulikan dia lalu dengan kasar aku terlentangkan tubuhnya dan aku tindih. Dino meronta-ronta. Mau dia rajin olahraga tetap saja tubuhku lebih kuat darinya. Akhirnya seperti aksi UFC di televisi aku berhasil membuatnya telentang pasrah dengan kedua paha mengangkang lebar. Dengan paksa kumasukkan penisku yang besar itu ke lobang pantatnya, tanpa kondom. Dia kelihatan protes, terlihat dari delikan matanya, tapi mulutnya tak lagi bisa bersuara akibat telah kusumpal dengan sobekan celana dalam miliknya. Dia terus mencoba melawan, tangannya mencakar-cakar punggungku, namun itu malah semakin membuatku bergairah. Dengan paksa penisku kubenamkan ke lobang pantatnya, delikan Dino semakin lebar, aku yakin dia sangat kesakitan namun tak bisa menjerit.

Aku sendiripun kesusahan memasukkan penisku ke lobangnya. Entah karena penisku yang sangat besar atau karena lobang pantatnya yang sangat sempit, sangat susah penis ku terbenam kesana. Keringat ku kembali bercucuran. Namun aku paksa terus. Akhirnya batang itupun dapat masuk namun hanya ¾ nya saja kurasa. Segera penis itu ku goyang tarik tusuk. Sangat susah aku melakukaannya, aku merasakan penisku dicengkeram sangan ketat. Namun terus kulakukan gerakan itu. Tapi dalam tempo yang masih sangat lambat. Dibawahku Dino mencakarku dengan sangat keras, aku rasa punggungku berdarah, mungkin dia sangat kesakitan. Kondomnya terlepas akibat gesekan penisnya di perutku, spermanya tumpah ruah di perut kami, menyebabkan daerah perut kami licin.

Tak lama goyanganku semakin lebih lancar, rupanya penisku sudah dapat beradaptasi disitu. Akhirnya peniskupun dapat masuk seluruhnya, goyanganku pun dapat kupercepat. Aku pandangi wajah Dino dengan senyum menyeringai, sementara dia menatapku dengan tatapan sangat marah. Goyanganku semakin pelan, dan aku lihat mata Dino mulai terkatup-katup, aku buka sumpalan mulutnya. Dari mulutnya terdengar erangan-erangan, dia sudah keenakan juga rupanya. Ketika dia membuka matanya aku tersenyum seindah mungkin padanya, namun dia malah membuang muka meskipun erangannya tak bisa disembunyikannya. Buktinya kedua tangannya asik meremas belahan pantatku, dan pantatnya juga bergoyang lembut membalas goyangan ku. “Dasar muna,” kataku dalam hati. Tapi aku tak peduli dia mau buang muka lagi atau enggak yang penting aku enak. Goyanganku tetap kulakukan seintens mungkin. Dan dari erangannya aku tahu si anak manja ini bener-bener keenakan.

Buktinya sekarang dia malah dengan bernafsu menggoyangkan pantatnya naik turun menduduki penisku. Sementara aku telentang dibawah meremas-remas dadanya. Wajahnya tetap saja tak mau melihatkau, kalau tiba-tiba kami bertemu pandang dia cepat mengalihkan pandangannya, namun tetap saja dia menggenjot-genjot.

Tiba-tiba aku merasa penisku akan meledak. Aku dorong dia, kupaksa dia telentang tak kucabut penisku dari lobangnya. Lalu aku tindih dia, kupegang kedua pipinya, kupandangi matanya. Aku ingin ketika muncrat memandangi matanya. Kupaksa dia memandangiku. Lalu pantatku bergoyang cepat-cepat-cepat.
“Hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..,’” suara deru nafasku.
Kucium mulutnya dengan penuh nafsu ketika aku merasakan spermaku melompat ke luar, menyembur-nyembur membasahi dinding-dinding anusnya. Semburan spermaku begitu deras dan banyak. Aku merasakan lobang pantatnya berkedut-kedut saat menyambut semburanku. Aku memejamkan mataku menikmati sensasi semburan spermaku. Lalu kami pun ambruk diatas tempat tidur. Tertidur, kelelahan.

Posted by wagimin at 05:21 0 comments

Apakah Aku Akan Terus Jadi Gay

Kisah ini merupakan kisah yang aku alami setelah mengalami peristiwa yang tak pernah kulupakan seumur hidupku. Bagi Anda yang belum membaca cerita pertama dari Geo dengan judul “Mengapa Aku Gay” silakan baca karangan kisah tersebut karena kisah berikut ini adalah akibat dari kisah sebelumnya.

*****

Beberapa hari setelah peristiwa sejati yang aku alami itu, jiwaku sangat terguncang dan goyah. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat lagi. Aku sangat merasa berdosa dan menyesal telah melakukannya dan mengapa aku tidak tahan dengan godaan itu. Aku begitu larut di dalam situasinya sehingga aku tidak ingat lagi dengan apa kata hatiku. Terus terang, aku sebelumnya adalah seorang yang taat dengan norma agama dan aku tahu bahwa seks di luar nikah adalah pantang apalagi jika itu adalah seks sesama jenis.

Gejolak dalam hati saya kian hari kian membawa saya ke dalam pergulatan dan perdebatan antara hati nurani dengan apa yang telah menjadi kenyataan atas diriku. Hati nuraniku berkata “aku tidak ingin jadi gay” tapi aku sendiri tidak bisa memungkiri apa yang telah terjadi atas diriku dan aku tidak bisa berdusta dan membohongi perasaan hatiku sendiri. Akhirnya tinggallah goresan luka yang amat menyedihkan dalam batin saya yang sangat dalam, hatiku sangat bimbang.. Apakah kuharus menjadi gay dan menikmati hidupku atau apakah kuharus melawan perasaan dan keadaan diriku sendiri? Inilah masalah yang sangat besar yang pernah aku alami, kala harus menentukan sikap hidup. Aku berada di antara persimpangan dua arah yang sangat menentukan jalan hidupku.

Aku sudah berusaha untuk hidup dan mencintai seorang wanita, tapi apa daya perasaan itu selalu menghantui saya dan tidak bisa aku hindari kala aku melihat seorang cowok ganteng didepanku.

Sahabatku yang aku percaya selama ini, ternyata dia pergi meninggalkan aku kala ia mengetahui bahwa aku berubah total. Kala aku curhat dan mengatakan bahwa aku menjadi gay, ia malah meninggalkan aku dengan alasan ia tidak mau menjadi gay juga seperti aku. Dia menganggap aku sebagai seorang yang kena “virus gay” yang katanya dapat menular ke orang lain, apalagi dia statusnya sebagai teman dekat saya. Tentu saja kepergian sahabatku yang sangat aku percayai itu kian menambah luka dan goresan dalam lubuk hatiku. Oh Tuhan, apakah yang harus aku lakukan lagi? Mengapa aku menjalani semua ini? Mengapa harus aku? Atau apakah ini jalan dan garis hidupku? Inikah takdirku?

Akh.. Tidak, ini bukan takdir. Aku yakin Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupku di dunia ini. Rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan dan bukan rancangan untuk menjadikan umatnya menjadi gay. Aku tidak menyalahkan Tuhan; Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi aku menyalahkan diriku yang tidak bisa mengendalikan diri sendiri.

Jalan manakah yang aku harus tempuh? Apakah kuharus menikmati hidupku atau bagaimana? Jika aku menikmati hidup apa adanya, maka aku harus menjadi gay tapi jika tidak maka hidupku akan penuh dengan kepura-puraan dan aku tidak bisa hidup dengan memasang “topeng” selama-lamanya. Kiranya Tuhan memberikan jawaban yang terbaik.

“Tok.. Tok.. Tok.. Geo? Bisa aku masuk?” ujar suara yang sangat aku kenal dari balik pintu kamarku. Ya, pemiliknya adalah Sandy. Aku kaget dan segera berdiri menghapus air mataku sambil menuju pintu.

“Hai Sandy, ada apa?” tanyaku

“Geo, kamu kenapa? kok mata kamu sayu gitu? lagi ada masalah ya.. Boleh nggak kamu cerita.. Siapa tahu aku bisa bantu!”

“Iya nih San. Aku lagi bingung!” Aku mengajaknya duduk di atas tepi ranjang dan mengajaknya berbicara.

“Ada apa Geo?”

“San, aku bingung apakah aku harus jadi gay atau bagaimana?” tanyaku sambil menatap matanya. Sandy lalu meletakkan tangannya di atas pundakku dan menepuk-nepuknya. “Geo, kamu nggak bisa bohongin diri kamu sendiri. Kamu nggak bisa menghindar dari perasaan hati kamu sendiri. Kalau memang perasaan itu ada dalam hati kamu, kamu nggak bisa pungkiri bahwa kamu sebenarnya adalah seorang gay” jelasnya.

Aku hanya diam dan menatap kosong ke arah lantai.

“Geo, dulu aku juga sama seperti kamu, aku sangat bimbang dan penuh dengan seribu macam pertanyaan yang sangat membuat aku terpukul kala harus menentukan jalan hidupku. Ya.. Apa yang aku alami dulu sama seperti apa yang kamu alami sekarang Geo. Tapi semua itu ada waktunya kok. ” katanya.

“Oh ya?” aku penasaran dan ingin mengetahui apa keputusan Sandy selanjutnya waktu itu.

“Terus.. Apa keputusan kamu?” tanyaku penasaran.

“Aku memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya dan biarlah waktu yang mengubah semuanya. Aku tidak mau pura-pura jadi normal, tertarik sama cewek.. Padahal aku tidak tertarik sama sekali. Aku harus jadi diriku sendiri. Aku tidak mau jadi orang lain. Ya.. Yang terjadi ya terjadilah.. ” jelasnya.

“Jadi.. Itu keputusan kamu?”

“Iya Geo”

“Kamu tidak merasa menyesal mengambil jalan itu?”

“Tidak. Karena aku sudah berprinsip bahwa aku adalah aku dan aku bukan orang lain. Aku adalah diriku sendiri apa adanya”

“Prinsip yang bagus” kataku sambil mengangguk-angguk.

“Geo, kalau kamu takut menjadi gay dan hidup pura-pura, kamu tidak akan pernah menikmati tuh yang namanya hidup”

“Oh ya?”

“Ya.. ” jawabnya sambil senyum menghiasi raut wajahnya yang bersih dan manis.

“San.. Kamu memang sahabat yang baik. Kamu tahu nggak, sahabatku pergi meninggalkan aku saat aku bilang kalau aku jadi gay”

“Ha? dia bukan tipe sahabat sejati kalau begitu. Dia pergi meninggalkan kamu saat mengalami masa-masa pahit. Dia cuman ingin manisnya saja dari kamu”

“Katanya.. Dia nggak mau tertular virus gue!”

Sandy tertawa terbahak-bahak. “Virus? kalau begitu itu tergantung daya tahan tubuhnya dong terhadap virus, apakah dia juga kebal atau tidak” Sandy kembali duduk di dekatku dan memeluk aku erat-erat.

Aku merasakan damai dan kasih yang penuh dari pelukan Sandy. Pelukan yang membuat hatiku damai dan aman dari goncangan hidup. Dia kemudian membisikkan kata: “Geo, kamu harus jadi diri sendiri, bukan orang lain!” suaranya yang lembut mengiang mesra dan lembut di telingaku.

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku, tiba-tiba saja gairahku kembali bangkit dan ingin melakukan hal itu dengan Sandy.

Aku mulai mencium pipi Sandy yang manis dan bersih putih itu. Sandy kemudian membalasnya dengan mencium keningku dan menciumi pipiku. Tiba-tiba saja ciuman tersebut berubah jadi ciuman bergairah. Kurasakan getar-getar birahi dalam diriku mulai mengalir dan membangkitkan nafsuku. Dan Sandy pun demikian. Ia mulai mengajakku berdiri sambil berciuman. Kami sangat menikmati ciuman mesra ini. Aku mulai menjilati bibirnya dan sesekali mengulum bibirnya yang seksi. Kedua tangan kami saling merangkul di pinggang dan saling merapatkan tubuh satu sama lain. Namun, ciuman itu terus berlanjut. Sandy lalu menelusuri rongga mulutku dengan lidahnya kesana kemari. Aku merasa sangat bergairah dan terus bergairah dengan ciuman ini. Ini adalah ciuman yang sangat menyenangkan dan mengasyikkan tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ciuman yang lama.. Sambil menikmati bibir masing-masing, kedua tangaanku mulai membuka kancing baju Sandy. Begitupun dengan Dia, Sandy mulai melorotkan celana panjangku.

Dan tak lama kemudian kami hanya memakai celana dalam saja.

Kini kami dilanda nafsu yang sangat besar. Kami lalu melanjutkannya di atas tempat tidur. Sandy lalu mengangkatku dan membaringkan aku di atas tepi ranjang, lalu mukai menggigit-gigit kecil penisku yang masih dibungkus dengan kain merah. Aku hanya menggelinjang dan menikmati dan merasakan setiap gigitan dan sentuhan mulutnya. Sandy lalu menggigit kain CD-ku lalu menariknya ke bawah dengan mulutnya. Yah.. Ia mengeluarkan CD-ku dengan memakai mulutnya. Maka tampaklah penisku yang tegang berdiri berwarna kemerah-merahan. Kulihat kepala penis Sandy yang juga mnyembul dari dalam CD-nya membuatku kian bergairah. Aku lalu bangkit dari tidur dan mendorong tubuh Sndy ke atas ranjang dan melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan dengan aku tadi. Aku lalu menunduk dan mengigit-gigit penis berbungkus celana dalam warna hitam itu. Ya, rasanya keras juga untuk digigit. Penis Sandy memang sudah mengeras dan berwarna merah kecoklat-coklatan. Aku terus menikmatinya walau masih berbalut dan akhirnya aku menarik pula CD itu keluar dengan gigitanku hingga tampak pula milik Sandy yang besar dan berdiri kokoh. Aku tak sabar ingin menindih tubuhnya dan merasakan kehangatan tubuhnya.

Aku lalu bangkit dan menindih tubuhnya di atas ranjang penuh gairah. Aku kembali menciumi pipinya dan merasakan hangatnya hawa tubuh Sandy menyerap ke dalam tubuhku. Kurasakan benjolan penis Sandy yang sangat mengganjal di bawah perutku. Aku lalu bergeser ke bawah sedikit sehingga penisku bertemu dengan penisnya dan “akh.. Akh.. ” nikmat sekali. SAndy lalu menggoyangkan pantatnya naik turun walau aku menindihnya namun tetap saja bagian tubuh bawahnya tetap bisa ia goyangkan. Kemudian aku menggesek-gesekkan penisku di atas penisnya sambil tetap menikmati ciuman mulut dengannya.

Sandy dengan tak sabarnya, segera mendorong tubuhku hingga aku sekarang berada di posisi bawah. Ia lalu memasukkan penisnya di sela kedua pahaku dan menjepitnya lalu ia mengayunkannya naik turun. Ku merasakan benda tumpul itu hangat menggelitik dan menggoda-goda ujung sarafku.

Tak lama kemudian, kami berganti posisi. Kami lalu mengambil posisi 69 alias oral seks. Ia memutar tubuhnya di atas tubuhku dan walau aku harus menahan berat badannya yang kira-kira 55 kilogram itu, aku tidak merasa terbebani. Kini penis tanpa bulu-bulu halus itu berada tepat di atas wajahku. L Kedua bola menggantung itu kini berada dekat mulutku dan tanpa membuang waktu, segera saja kulahap mentah-mentah kedua buah itu dan nikmat sekali, lebih nikmat dari jus buah biasa. Sesekali aku mengerang dan menggelinjang kala Sandy sengaja mengelitik atau mencolek pinggangku dengan jari telunjuknya tapi aku tidak bisa bergerak karena aku ditindihnya. Namun Sandy juga kadang mengisapku dengan keras hingga terasa sampai di ujung-ujung saraf kelaminku.

Kami terus melakukan oral seks hingga merasa puas. Aku terus saja mengulum milik Sandy yang kira-kira 18 cm itu dan sesekali aku mengigit kecil benda keras itu.
“Akh.. Nikmatnya dunia ini.. ” kataku dalam hati. Tapi hampir kami tidak pernah saling berbicara mengeluarkan suara satu sama lain, hanya sesekali senyum saat pandangan mata bertemu dengan pandangan mata.

Selang beberapa puluh menit kemudian, kami lalu mengganti posisi. Sandy bangkit dan kini aku tidak merasa tertindih lagi oleh tubuh beratnya itu. Namun, selama oral tersebut, aku tidak merasakan beban berat tersebut, mungkin karena aku konsen dengan apa yang aku rasakan. Sandy lalu kembali mengisap-isap penuh gairah dan nafsu atas kedua puting susuku

“Akh.. Terusin.. Enak juga.. Isap yang keras, San!” bisikku sambil menggeliat. Namun itu hanya berlangsung beberapa menit. Kemudian aku bangkit dan kembali menindih tubuh Sandy. Aku bergeser ke bawah hingga aku mendapatkan penisnya yang sudah berwarna merah tua dan hangat. Aku lalu kemblai mengulumnya dan mengisapnya keras-keras. Aku melahapnya hingga ke ujung pangkalnya dan

“Akh.. Ahk.. Ahk.. ” aku tersedak dengan kepala penis Sandy yang menyentuh pangkal kerongkonganku. Tapi aku hanya menelan ludah dan kembali mengulum penis itu layaknya ice cream tapi ini lebih enak dari pada ice cream sendiri. Sesekali juga aku menggigit-gigitnya dengan halus, hingga Sandy mengerang dan menggeliat keenakan.

“Ya.. Terusin Geo, terusin.. Enak banget.. Akh.. Akh.. Aku mau keluar nih” ungkap Sandy.

Aku lalu menghentikan kegiatanku sementara dan menunggu hingga Sandy merasa aman lagi dari rasa mau muncrat. Ya.. Ini aku lakukan agar ml-nya berlangsung lama. Sambil menunggu penis kamu “loyo” kami saling berpandangan mata dan menikmati wajah masing-masing. Beberapa menit kemudian, penis kami mulai sewtegah loyo dan kini kembali kamu melakukan making love.

Aku lalu mengambil oil pelicin lalu mengoleskannya pada penisku dan menuangkannya di atas penis Sandy yang kembali menegang. Aku lalu menggeser tubuh Sandy hingga ke tepi ranjang sedangkan aku berdiri di tepinya sambil berdiri di atas lantai lalu membuka lebar kedua paha Sandy dan mengosok-gosokkan penisku ke bibir analnya. Sandy hanya menggelinjang dan menikmati sentuhan yang aku berikan. Karena aku tak sabaran lagi, aku lalu memasukkan penisku ke dalam analnya. Ya.. Susah juga pertamanya. Walau Sandy sudah tidak perjaka lagi, namun analnya masih susah ditembus. Aku lalu memasukkan jari tengah kedua tanganku lalu menarik bibir analnya ke arah yang berlawanan dan memasukkan penisku yang sudah mengeras dan licin. Akhirnya, kepala penisku sekarang sudah masuk. Tapi Sandy merasa kesakitan,
“Pelan-pelan Geo, aku agak sakit nih.. ”
“Oke.. ” Aku lalu melepaskan keuda jari tengahku dari dalamnya dan meletakkan kedua tungkai Sandy di atas kedua bahuku lalu aku mulai memeluk dan merapatkan kedua pahanya ke dadaku dan mengayunkan dengan sangat perlahan-lahan penisku keluar masuk anal Sandy.

“Akh.. Akh.. Enaknya”

“Ya.. Lebih kenceng lagi, Geo!” ujar Sandy

Aku lalu mulai mengayunkan penisku dengan agak cepat dari sebelumnya dan kian lama kian cepat dan cepat..

“Terus.. Akh.. Akh.. Terusin, Geo. Lebih kencang lagi dong!”

Aku lalu memasukkan penisku hingga ke pangkalnya ludes sudah masuk menembus anal Sandy. Aku mengguncangnya dengan kian cepat dan keras hingga tubuh Sandy ikut berguncang di atas ranjang. Aku mulai berkeringat dan tak lama kemudian..

“Akh.. Akh.. Akh.. Croot.. Croot.. Croot”

Aku mengeluarkan spermaku dan menembakkan peluru panas itu jauh ke dalam tubuh Sandy. Kurasakan waktu aku muncrat, Sandy menjepit erat penisku dengan otot bibir analnya. Penisku masuk hingga ke pangkalnya saat itu dan akh nikmat sekali rasanya. Aku mencapai puncak kenikmatan itu dan aku tidak melewatkan apa yang aku rasakan saat itu. Saat yang singkat itu aku mencoba unutk merasakannya semaksimal mungkin.

Akhirnya, aku mengeluarkan penisku dari dalam anal Sandy dan tampak spermaku keluar beberapa tetes dari dalamnya hingga membasahi lantai. Aku lalu duduk dan berbaring di sampingnya. Kemudian Andy bangkit dan mulai melakukan apa yang aku lakukan tadi. Dia lalu mengangkat pantatku naik setinggi mungkin mendekati penisnya karena dia berdiri di atas ranjang-tidak sama seperti aku tadi yang berdiri di atas lantai-dan aku tidur terlentang di atas ranjang. Akh, aku merasakan tubuhku terbalik. Lalu Sandy membuka lebar lubang analku dengan kedua jarinya lalu memasukkan penisnya dan..

“Akh.. ” Aku mengeluh kesakitan karena Sandy langsung saja mendorong penisnya hingga ke pangkalnya saat kepala penisnya, ulai masuk hingga aku kesakitan yang amat. Sandy kemudian menghela nafas dan wow.. Tidak pernah aku bayangkan, Sandy mengangkat badanku naik dengan kedua tangannya yang kuat hingga aku kini digendongnya sambil penisnya berada dalam analku. “Akh.. Fantastis San. Kamu hebat!” ungkapku.

Kami lalu berciuman. Aku sangat kaget dengan ini. Sandy melakukan apa yang tak pernah aku bayangkan. Ternyata dia sanggup mengangkat tubuhku.

Dengan posisi tetap seperti ini, Sandy membawaku dan dia duduk di atas sofa. Ternyata gaya ini sama seperti gaya yang ia lakukan sama Ivan dulu. Kini Sandy duduk di atas sofa dan aku duduk diatas ke dua pahanya menghadap ke arahnya dengan penisnya tetap berada dalam lubang analku. Aku lalu mulai mengayunkan pantatku turun naik secara perlahan sesuai dengan apa yang aku ingin rasakan. Karena aku masih merasa sakit, aku hanya melakukannya dengan naik-turun secara pelan-pelan dan ini diikuti dengan gerakan naik turun oleh Sandy walau dia dibawah. Semikn lama semakin hilng rasa sakit itu dan aku kini kian kencang naik-turunnya.

“Posisi yang sangat bagus dan fantastis, San!” ujarku.

Sandy hanya tersenyum dan menjilati dada dan puting susuku. Tapi penisku sendiri mulai bangkit lagi setelah selang beberapa menit loyo dan terkulai lemas, tapi kini penisku bangun lagi dan mulai menegang.

Selang sekitar dua puluh menit kemudian..

“Geo, aku mau keluar nih, coba kamu angkat pantatmu, aku ingin muncrat di luar”

Aku lalu mengangkat pantatku ke atas sehingga penis Sandy keluar di bawah lalu Sandy mengocok-ngocok penisnya sendiri dan..

“Akh.. Croot.. Croot.. Croott.. ”

Sandy memuncratkan spermanya di anatara sela badanku dan badannya sehingga kedua badan kami basah oleh hangatnya cairan sperma Sandy.

Setelah itu, kami berpelukan erat dan mesra penuh kasih sayang.

Akhirnya, making love keduaku selesai. Aku sekarang sudah dua kali melakukannya. Pertama dengan Richard dan kedua dengan Sandy. Semuanya menyenangkan dan memuaskan.

Bagaimana dengan perasaan hati nuraniku? Pertanyaan itu kembali menghantui hidupku, mungkin hanya making love yang akan menghilangkannya dari pikiranku.

“Ah.. Aku harus jadi diri sendiri. Aku ingin menikmati hidupku sebagai seorang gay, aku tidak bisa membohongi perasaan hatiku sendiri. Aku adalah aku dan aku adalah seorang gay” kataku dalam hati.

Posted by wagimin at 05:21 1 comments

Wednesday, 9 January 2008
Bercinta Dengan Pamanku Sendiri

Ini adalah penggalan dari salah satu kisah yang pernah saya alami. Sejak kecil orang tua saya telah membiasakan saya hidup teratur, bersih dan rapi, sehingga beranjak remaja saya sudah terbiasa hidup teratur, sampai sekarang saya lebih suka mengerjakan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain karena terbiasa sejak kecil begitupun dengan masalah bergaul aku gak sembarangan bergaul dengan orang lain.

Dari hari ke hari hidupku semakin di hantui dengan segala macam warna kehidupan tapi saya tetap berusaha eksis dengan mengambil hal-hal yang sesuai dengan prinsip hidup saya, sejalan dengan bertambahnya usia terkadang ada hal-hal tertentu tak bisa saya tolak sehingga menimbulkan variasi dalam cara berbikir saya salah satunya adalah kebutuhan biologis. Tak terpikir olehku kalo ternyata dari sekian banyak bagian dari kehidupan semuanya berjalan berkesinambungan, tergantung dari setiap individu itu sendiri bagaimana dia mengolahnya dan memetik bagian yang dianggap sesuai dengan selera hidupnya sekeras apapun kita menolak semuanya terkadang hal itu hanya akan menimbulkan beban batin yang berkepanjangan tapi jangan kuatir bukankah ada pepatah yang mengatakan 'ada seribu satu macam jalan menuju roma', tidak ada masalah yang tidak ada pemecahannya jadi jangan kuatir semuanya akan bisa di atasi sepanjang keingian itu masih ada.

Nama saya Chris, saya salah satu mahasiswa PTN terkemuka di Indonesia bagian timur sekarang saya berumur 20 tahun perjalanan hidup saya penuh dengan lika-liku hingga sekarang pahit getirnya kehidupan saya sudah rasakan, ternyata kehidupan itu tak ubahnya adalah suatu bentuk metamorfosis dari mahluk yang menjalaninya dan akan mencapai klimaksnya yang kita sendiripun tidak tau kapan..

Sekarang saya akan mengajak kalian secara mundur (flashback) mengikuti suatu cerita di masa kecil saya tepatnya ketika saya masih berstatus murid sekolah dasar, sejak kecil saya suka berdiam diri di rumah apabila gak ada yang mengajak main saya cenderung di rumah nonton TV ataupun main game atau mengulang pelajaran disekolah, tak mengherankan jika nilai rapor saya selalu bagus dibanding dengan saudara-saudara saya yang lain.

saya punya beberapa Paman yang sangat perhatian dengan saya, katanya saya beda dengan anak-anak yang lain mereka cenderung nakal dan urak-urakan, salah satu Paman saya itu bernama yudi ketika saya masih sekolah dasar Paman saya itu sudah berumur sekitar 25-an. Orangnya memang sangat baik dia senang mengajari saya matematika begitu pula dengan pelajaran lainnya sebenarnya dia masih sepupu saya tapi karena umurnya sedikit jauh diatas saya makanya saya lebih senang memanggilnya Paman.

Sore itu Ayah dan Ibu kebetulan gak ada di rumah saudara-saudara yang lain juga gak ada kakak ikut studi tour sedangkan adik ikut les matematika, saya sendiri sedang mengulangi pelajaran yang tadi saya dapatkan disekolah, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk saya memasang telinga dengan baik memastikan apakah benar ada yang mengetuk pintu.

"Tok.. tok.. tok.." suara pintu terdengar sangat jelas.
"Siapa yach" jawabku sedikit lantang.
"Ini Yudi, Chris" jawabnya dari balik pintu.
mendengar kalo yang menjawab itu Paman yudi aku segera menghampiri pintu dan membukanya.
"Eh, Paman Yudi, masuk Paman!" sambil mempersilahkannya masuk.
Paman Yudi segera menghampiri meja di mana saya belajar lalu diam sejenak memandang buku-buku yang tergeletak tak beraturan.
"Ibu kamu kemana Chris, kamu sendiri yach?" sambil mengutak-atik buku tersebut.
"Iya Ibu ama Bapak keluar Paman, dia gak bilang tuch mau kemana katanya nanti malam baru pulang" jawabku pelan sambil masih terus memperhatikannya.

Sore itu Paman sedikit beda, kelihatannya sedikit lebih fres dari biasanya dibalut dengan baju kemeja dan celana jeans memperlihatkan postur tubuh yang sangat proporsional ditambah lagi wajahnya yang cakep, bersih dengan aroma parfum yang maskulin membuatku hanyut dalam keharuman. Sudah cukup lama aku memperhatikan pamanku selain karena orangnya baik dia juga senang mengajari saya makanya saya senang setiap kali dia datang ke rumah.

"Mau ke mana Paman rapi banget".
"Rencananya sich mau keluar tapi kayaknya gak jadi dech" seraya menganggukkan kepalanya memberi isyarat memanggilku. Akupun lalu duduk didekatnya.
"Kalo Fery ama Nanda kemana?" tanyanya pelan sambil membaca salah satu buku pelajaranku.
"Fery studi tour Paman sedang Nanda sekarang di sekolah katanya ada les tambahan" jawabku pelan.

Beberapa saat berlalu tiba-tiba di luar jangkauan berpikir saya tangan Paman telah memegang tanganku dielusnya tanganku pelan dan sesekali bernafas panjang saya sendiri hanya diam kebingungan dalam batin saya berkata ada apa dengan Paman, dan kenapa juga saya merasakan sesuatu yang hangat dan damai. Dibimbingnya tanganku menyentuh pahanya lalu berhenti disuatu gundukan tepat dibagian tengah dari tubuhnya yang tidak lain adalah kontolnya sendiri, aku merasakan gundukan tersebut berdenyut-denyut tegang dan mengeras.

"Kamu sayang Paman gak Chris?".
Aku mengangguk seraya memeluk pamanku, baru kali ini aku bisa mendekat erat pamanku seolah aku tak ingin melepaskan pelukanku. Entah kenapa, anak seusia saya pada waktu itu sudah bisa memiliki perasaan seperti itu.
"Chris, mau bantu Paman gak?" tanyanya dengan bunyi seperti desahan.
"Bantu apa Paman" jawabku polos.
"Kalau kamu memang sayang ama pamam lakukan apa yang Paman perintahkan" kata Paman seraya mengecup keningku, akupun semakin memeluk erat pamanku tidak ingin melepaskannya.

Perlahan-lahan pamanku mulai menciumi satu persatu dari bagian wajahku mulai dari keningku, pipiku dan terakhir tentunya bagian yang paling sensitif yakni bibirku dilumatnya bibirku dengan mesra, hangat dan lembut akupun mencoba membalasnya tapi waktu itu aku belum tahu bagai mana cara berciuman yang asyik aku cuma mengerak-gerakkan bibirku seadanya untunglah pamanku membimbingku dengan baik sehingga kami berdua bisa merasakan betapa nikmatnya bibirku dan bibir Paman yang saling menyatu, nafas Paman semakin memburu gerakan Paman semakin dipercepat tapi masih dalam keadaan terkontrol sehingga saya tidak kelabakan jadinya.

Sambil tetap masih dalam keadaan mengulum bibirku yang mungil tangan Paman asyik mengerayangi bagian tubuhku yang lain termasuk adik keciku yang sedikit demi sedikit mulai mengeras. Puas dengan bagian bibirku Paman kemudian meningkatkan permainan lidahnya dengan menjilati bagian tubuhku yang lain leher, dada lalu hinggap di kedua puting susuku yang sedikit kemerahan dipilinnya dengan lembut aku mengeliat menahan rasa geli terkadang aku tertawa saking gelinya tapi asyik juga setelah itu sapuan lidahnya berkelebat lagi ke arah bawah membuka perlahan-lahan celanaku dan segera ditebasnya adik kecilku yang manis dengan lidahnya di lanjutkan dengan tarian lidahnya aku dibawahnya melayang akhirnya adik kecil itu tegang juga meskipun ukurannya kecil pamanku nampaknya sangat menikmatinya.

Pamanku benar-benar hebat dia sangat berpengalaman emosinya terkontrol dengan baik sehingga setiap gerakan yang dilakukan jauh dari sentuhan yang liar sehingga aku juga senang menyambutnya, puas menikmati bagian-bagian tubuhku, Paman berdiri lalu saya melihat Paman membuka satu persatu pakain yang melekat ditubuh seksinya itu dadanya yang terbentuk memberikan kesan yang sangat seksi sekali, putih dengan sedikit bulu halus yang menghiasinya. Tangannya sekarang turun ke bawah dibukanya resleting celananya lalu dipelorotkan celana jeansnya, wow suatu gundukan yang cantik sekali terlihat gundukan itu besar sekali.

"Paman besar sekali adiknya" kataku sambil tertawa kecil.
Paman hanya tersenyum lalu dibukanya CDnya dan tampaklah sebuah meriam yang siap melepaskan tembakan ukurannya sangat besar sekali. Pamanku mengangkat tubuhku kali ini aku menindihnya lalu Paman menyuruh aku menciumnya aku pun melakukannya.
"Aghh..", Paman mendesah lembut akupun semakin melumat bibir pamanku yang kelihatan sangat fresh itu, entah kenapa secara spontan tanpa disuruh oleh Paman aku menjilati leher Paman lalu turun ke lehernya lalu aku merambah ke dada seksinya aku hanya mengikuti apa yang telah dilakukan Paman tadi padaku, desahan Paman datang silih berganti kali aku memilin kedua puting susu pamanku enak juga aku seakan menikmati ice cream lembut dan hangat.

Kali ini pamanku sedikit mendorong kepalaku ke bagian bawah sepertinya menyuruhku untuk mencicipi bagian bawah tubuhnya setelah dadanya lidahku turun ke bagian perutnya kunikmati seadanya lalu aku turun lagi sedikit demi sedikit terasa sekali denyutan-denyutan kontol pamanku pada bagian leherku.
"Hisap Chris, hisap sayang yang itu" sambil memegang kemaluannya lalu dibimbingnya kemaluan itu masuk ke dalam mulutku.
"Aggh.. hisap terus sayang", mata pamanku merem melek mengikuti ritme gerakan hisapanku yang semakin menjadi-jadi meskipun sedikit tidak teratur aku melakukannya namun pamanku tetap menikmatinya tubuhnya menggelinjang hebat. Aku sendiri sangat menikmatinya baru kali ini merasakan sesuatu yang sangat enak, empuk, kenyal, lembut dan hangat seandainya aku disuruh memilih antara ice cream dengan barang milik pamanku aku akan memilih barang milik pamanku itu.

Berapa menit telah berlalu aku masih asyik bercinta dengan pamanku cara pamanku sangat romantis sehingga memberika kesan kalau pamanku juga memberikan kesempatan aku menikmatinya, Posisi kami sekarang berubah Paman memintaku untuk berjongkok di atas tubuhnya kali ini sepertinya Paman ingin mencicipi anusku yang mungil dan lembut tersebut setelah mengolesi sedikit lotion ke kemaluannya, dibimbingnya barang tersebut masuk ke anusku. Agak susah memang, aku merintih beberapa kali karena merasa kesakitan.

"Aghh! Paman, sakit sekali" kataku.
"Paman akan pelan-pelan sayang" balas pamanku.
Setelah beberapa kali mencoba akhirnya masuk juga "Blesstt.." aku merintih kesakitan, untuk beberapa saat Paman tidak bergerak dia asyik membelai dan memainkan adik kecilku agar aku sedikit merasa keenakan ternyata usaha pamanku berhasil setelah itu pinggul pamanku naik turun sehingga kurasakan gesekan di dalam anusku perih tapi aku menikmatinya lantunan bunyi decak dalam anusku sangat berirama aliran darahku terasa terhenti, anusku tertusuk.
"Ahh.." sedikit demi sedikit aku mulai mendesah menandakan aku menikmati permainan pamanku.

Pamanku sepertinya lelah sekarang dia mengubah posisi disuruhnya aku menungging lalu pelan-pelan kembali dia masukkan kontolnya itu ke dalam anusku kali ini sedikit memaksa.
"Agh! sakit.." kali ini aku memekik.
Dengan pelan pamanku menggerakkan pantatnya maju mundur seraya kedua tangannya memelukku, lama kelamaan gerakkannya sedikit di percepat kali ini nafsu pamanku semakin memburu sepertinya dia tidak bisa lagi menahan nafsunya yang kian membara.
"Yeahh.. ahh.." pamanku mendesah hebat.
Desahannya datang silih berganti dan suatu ketika dia segera melepas barangnya dari anusku yang sangat sempit, perih memang.
"Buka mulutmu sayang" ujar Paman sambil mengarahkan kontolnya ke arah mulutku.
Pamanku mengocok kontolnya sendiri lebih cepat dan "Crot.. crot.. crot".
"Ah.. yeahh.. ahh.." pamanku mengerang.
Spermanyapun tumpah ruah di dalam mulutku sebagian lagi jatuh ke badanku, melihat sperma yang begitu banyak tertampung dalam mulutku segera dikulumnya mulutku akupun membalas kuluman itu, kami saling berbagi sperma pamanku itu dalam mulut yang bersatu.
"Apa ini Paman kok asin?" masih sempat kata itu keluar dari mulutku yang polos di kala itu.
"Itu air mani sayang atau pejuh, telan aja enak kok" kata pamanku dengan tersenyum lalu kembali menciumku.

Pamanku bukanlah orang yang ingin memperoleh kepuasan sendiri dalam bercinta segera saja tangannya menjalar ke bagian tubuhku dan meremas adikku lalu mengocok dengan cepat dan cepat lagi, setelah beberapa saat dia mengocok barangku itu aku akhirnya merasakan suatu getaran hebat pada pada bagian penisku berdenyut hebat dan tiba tiba aku merasakan seperti kesetrum tubuhku seperti kejang-kejang terutama pada bagian penisku ternyata aku telah mangalami orgasme meskipun aku tidak mengeluarkan pejuh maklumlah mungkin belum waktunya, pamanku sendiri masih asyik mengocok punyaku lalu aku segera melepaskan tangannya karena aku sudah sangat lemas. Sore itu sungguh terasa menyenangkan kami masih sempat bercanda sebentar sebelum akhirnya Paman pulang.

Meskipum kadang malamnya aku merasakan anusku perih tapi aku masih saja mengulanginya dengan pamanku setiap kali kami ada kesempatan, aku sangat menyukai pamanku namun benarlah kata pepatah ada pertemuan tentu ada pula perpisahan menjelang ujian akhir tingkat SD pamanku juga sudah berangkat ke jakarta sampai sekarang dia masih di sana dan sudah berkeluarga, namun pengalaman bercinta selama beberapa kali dengan pamanku itu sungguh pengalaman yang sangat mengasyikkan, akankah saya alami pengalaman yang lebih seru lagi..

17tahun Search Tag CLoud
17tahun cerita seru ceritaseru cerita 17 tahun cerita dewasa cerita cerita sex cerita seks cerita cerita seks cerita panas cerita lucah indonesia cerita dewasa cerita sedap cerita perkosaan cerita sex melayu cerita seks melayu cerita porn cerita koleksi seks cerita melayu seks bugil gadis bugil foto bugil dewasa cewek bugil model bugil

Posted by wagimin at 01:32 0 comments

Berburu Burung

Aku akan menceritakan, kisah unik ini karena baru saja terjadi, kira-kira 2-3 bulan yang lalu. Cerita yang mungkin tidak akan banyak orang yang percaya kalau yang melakukan itu aku, karena pada dasarnya aku berwajah imut, pendiam dan cenderung pemalu, meski aku dilahirkan sebagai laki-laki.

Oh ya, sebut saja aku Fik, umurku 15 tahun, aku duduk di kelas 1 SMU di kota S di Jawa Tengah.Namun cerita ini terjadi sewaktu aku di sebuah kota kecil di Jawa Timur, sebelum aku pindah ke kotaku sekarang. Awal kejadiannya mungkin pikiranku yang penuh sesak dengan hal-hal yang berbau pornografi, majalah, buku, novel atau kaset VCD yang kukoleksi, tidak tahu sekarang jumlahnya berapa di kotak rahasiaku, termasuk main internet sebagai hobby baruku. Parahnya, aku melakukan tindakan gila ini pada seorang bocah ingusan, dia tetangga sebelah rumah, Wen namanya. Dia masih kelas 6 SD. Meski tinggal bersebelahan tetapi baru sekitar satu semester ini kami akrab karena aku punya senapan angin untuk berburu dan dia suka juga berburu, sehingga waktu itu kami sering main bersama.

Pagi itu, hari Minggu, aku sudah berada di pekarangan belakang rumahku mencoba senapanku, dan mulai menembak, ternyata dia pun sudah berada di situ, hingga akhirnya kami pun berdua pergi ke sawah, menembak burung. Meski banyak sekali burung, tetapi kami sedang sial, karena tak seekor pun kami dapatkan hingga siang hari. Hingga kami putuskan untuk istirahat dulu di dangau tengah sawah karena kami rasa langsung pulang terlalu panas, sementara kami membawa bekal sedikit makanan sehingga tak perlu takut kelaparan.

Sambil menikmati makanan aku pun memulai obrolan.
"Wen, sekarang umurmu berapa?"
"11 tahun, kenapa Mas?" jawabnya balik bertanya.
"Wen kamu pernah onani?"
"Nggak, Mas." katanya sambil beringsut hendak berdiri.
"Mau kemana Wen?" sambil kupegang celananya, tapi.. "Ssrett.." celananya malah merosot hingga terlihat kelaminnya, kulihat merah padam wajahnya. Sambil membetulkan celananya.
"Mas, Fik.." pekiknya.
"Maaf, aku nggak sengaja," kataku, "Ah gitu saja malu, kita kan cuma berdua, sama-sama laki-laki lagi, aku saja nggak malu kalau kamu mau lihat anuku," sambungku menggoda.
"Tapi Mas."
"Ah kamu, nih aku tunjukin punyaku." sambil kubuka reitsleting celanaku dan kukeluarkan penisku. Wen pun duduk kembali di sampingku.

"Kamu nggak malu Mas?"
Aku pun hanya menggeleng.
"Kamu tahu kagak onani?"
"Nggak, onani apaan Mas."
"Onani itu mengeluarkan sperma dari penis ini, rasanya enak banget."
"Apa iya Mas, bukankah dari penis yang keluar air kencing?"
"Bukan itu saja, ada air kental putih yang bisa keluar dari sini, itu namanya sperma." jelasku.
"Oo air mani, aku pernah dengar dari guru ngajiku."
"Begini nih caranya," jawabku sembari mengocok penisku pelan-pelan, lama-kelamaan semakin cepat hingga penisku yang tadi sebesar jempol kaki sekarang sudah menegang bertambah besar dan menegang agak kemerahan. Wen pun hanya menelan ludah melihatku, sementara kulirik celananya, ada benjolan di selakangannya, rupanya dia pun terangsang melihat permainanku. Aku pun terus melakukan kocokan pada penisku hingga kurasakan spermaku mau keluar, sebentar kemudian kuhentikan dan kupegang tangan Wen dan mendekatkannya ke penisku.

"Wen, coba kamu yang mengocok."
"Nggak mau Mas"
"Ah kamu.. begini lho." sambil kusentuhkan pada penisku dan sesaat kemudian dia berubah pikiran dan segera memegang batang kelaminku, begitu kuatnya sehingga terasa sekali jepitannya dan dikocoknya pelan-pelan, kemudian dia percepat setelah kusuruh mempercepatnya hingga aku tidak tahan lagi, mengeluarkan spermaku.

"Ah, Wen.." aku mengerang sambil memiringkan tubuhku ke arah Wen dan, "Crott.. crott.. crott.." cairan putih kental menyembur dari ujung penisku, berceceran diantara tempat duduk kami.
"Ah, enak sekali kocokanmu, enak banget."
"Apa iya Mas."
Aku pun mengangguk pelan.
"Gimana kamu mau coba?" seraya tanganku meraih selakangannya yang dari tadi menonjol.
"Jangan, Mas"
"Ah nggak pa-pa kok, rasanya enak banget, kamu harus coba, nggak usah malu kita hanya berdua kok," kataku meyakinkan.
Kali ini dia tidak menghindar lagi ketika tanganku meraih selakangannya. Segara kukeluarkan penisnya dari celananya.
"Penismu besar juga, Wen" pujiku.
Untuk anak seumur dia penisnya cukup besar dan panjang apalagi dalam keadaan menegang. Langsung kubelai-belai batang kelaminnya kemudian kugenggam dan kukocok pelan.

"Wen, sekarang rasakan nikmatnya, ya."
"Ah.. Mas," dia hanya mendesah menikmati kocokanku. Sementara kocokanku makin lama makin kencang kemudian pelan lagi membuat dia hanya bisa menggeliat tidak karuan sambil mendongakkan kepalanya menatap langit. Aku pun kemudian menghentikan kocokanku, terlihat wajah Wen yang kaget, kocokannya kuhentikan.
"Kenapa, Mas?"
"Begini Wen, ada satu cara lagi menikmatinya, lebih enak dari yang ini namanya oral seks, yaitu dengan mulut dicoba, ya." jelasku.
Dia pun hanya mengangguk, karena sudah merasakan bagaimana nikmatnya permainan ini. Segera kupegang batang kelaminnya dan kumasukkan ke dalam mulutku dan langsung aku menghisapnya, terlihat Wen lebih menikmatinya, terdengar berulang kali desahan nafasnya dan erangannya sambil menggelinjang.

"Ah.. Mas, enak sekali.. hisap lagi Mas." aku pun menghisap kembali penisnya dan beberapa saat kemudian tubuhnya terasa mengejang, nafasnya pun tak karuan.
"Mas, aku mau kencing.."
"Tahan dulu Wen, sebentar lagi," sambil kuteruskan mengulum batang kemaluannya dan sesekali aku menghisapnya. Wen semakin mengejang dan..
"Aku tak tahan lagi Mas," sambil memiringkan tubuhnya ke arahku, aku pun segera melepaskan penisnya dari mulutku dan kupegang erat penisnya dan mengocoknya agak cepat, hingga erangan panjang dari Wen seiring sperma pertamanya muncrat dari lubang penisnya.
"Crott.. croott.. crott.." banyak sekali sperma yang keluar dari kelaminnya.
"Kamu bener Mas, enak sekali," katanya sambil terengah-engah menahan nafasnya.
"Kubilang juga apa, emangnya aku pembohong." jawabku.
"Wen, sebenarnya ada satu lagi cara seks yang belum kamu ketahui, cara-cara ini dilakukan jika kita nggak punya teman wanita yaitu onani seperti tadi, oral yang baru kulakukan terhadapmu dan satu lagi namanya anal seks apabila kita melakukannya dengan laki-laki juga." jelasku.
"Apa lagi Mas" tanya Wen setengah tak percaya.
"Yaitu menggunakan anus."
"Hii.." dia agak kaget.
"Tak apa-apa, rasanya seperti tadi bahkan keduanya bisa merasakan kenikmatan yang sama," jelasku lagi.
"Mau mencoba?"
Ternyata diluar dugaanku, dia mengangguk tanda setuju.

"Tapi kamu harus membuat terangsang lagi, kamu kan belum ngemut anuku," sambil mendekatkan penisku yang menegang kembali ke wajahnya. Tanpa berkata lagi dia pun langsung memegangnya dan mengulum penisku sambil sesekali dihisapnya, membuat penisku cepat menegang kembali. Tak berapa lama kurasakan penisku sudah cukup tegang dan menyuruhnya menghentikan kulumannya.

"Sekarang waktunya anal seks, kamu yang menggunakan anus ya."
Dia pun mengangguk pelan.
"Kamu menungging membelakangiku, Wen."
Dia pun menurut saja dan menyodorkan pantatnya ke arahku, segera kupegang anusnya dan kumasukkan penisku pelan-pelan ke anusnya. "Bleess.." tiba-tiba ia berteriak kesakitan,"Aduh, sakit Mas!"
"Sebentar lagi juga tidak." sambl meneruskan menggerakkan penisku maju mundur di anusnya.
Dia pun terus mengerang menahan sakit, tapi itu tak berlangsung lama karena kemudian yang terdengar adalah desahan pertanda dia sudah bisa menikmatinya. Aku pun tak hanya mengocokkan penisku di anusnya, aku pun menggerayangi tubuhnya, kuremas-remas lagi penisnya yang juga mulai menegang dan mengocoknya sambil terus kumaju-mundurkan penisku di lobang pantatnya, hingga aku pun semakin mendekati keluarnya spermaku. Dia pun ternyata juga semakin menikmati karena penisnya pun menegang keras sekali, dan aku pun terus mengocoknya hingga tubuh kami merasakan bergetar dan mengejang satu sama lain. Segera kucabut batang penisku dari anusnya, "Plubb.." Wen mengerang, "Aahh.. Nikmat sekali."

"Wen, sekarang kita kocok penis kita bersama-sama yuk."
"Yuk.." sambil mendesah.
Kami pun kemudian duduk berhadapan dan merapatkan penis kami berdua dan mulai mengocoknya bersama-sama, pegangannya masih begitu kencang hingga beberapa saat kemudian kami pun tak kuat lagi menahan sperma yang mau keluar dan, "Croott.. crott.. croott.." banyak sekali sperma yang keluar dari kedua penis kami seiring erangan panjang kami berdua. Kami pun kemudian merebahkan tubuh telanjang kami di dangau sambil tetap memainkan kelamin kami masing-masing. Beberapa saat kemudian kami tertidur di situ karena kelelahan. Hingga kemudian sinar matahari yang sudah condong ke barat menerpa tubuh kami dan kami pun bergegas pulang. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kami bercerita tentang enaknya permainan kami tadi.